Arsip untuk Maret, 2016

“Belajarlah dari Barat, tapi jangan jadi peniru Barat, melainkan jadilah murid dari Timur yang cerdas. Karena Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan.
Kalau sistem itu tak bisa diperiksa kebenarannya dan tak bisa dikritik, maka matilah Ilmu Pasti itu.
Ingatlah Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda.” (Tan Malaka)
_______________

Pemuda-Pemuda yang Lugu, Jujur dan Tulus akan mengalami perkembangan pesat saat mereka berada pada dunia baru, yaitu dunia kerja. Mereka akan melakukan apapun untuk mempertahankan dirinya agar tetap bekerja di tempat yang memberinya harapan.

Tempat kerja membentuk karakter tersendiri pada diri pemuda, apalagi para pemuda yang berada di instansi pemerintah.

Pemuda-pemuda yang berada di instansi pemerintah pada awalnya niat mereka suci untuk mengabaikan diri mereka pada pemerintah namun niat itu tidak mudah untuk di implementasikan, karena mereka berada pada sistem yang mengaharuskan mereka menjadi apa yang di inginkan sistem dan yang di inginkan orang-orang yang mengendalikan sistem itu sendiri.

Mereka di hadapkan pada realita kehidupan yang hendonis, apatis dan di penuhi KKN, sehingga karakter dan niat suci terkikis secara perlahan hingga akhirnya meraka membentuk pribadi yang sesuai ke inginan sistem dan pengendali sistem.

Perkembangan teknologi yang semakin pesat memudahkan setiap pimpinan intansi untuk mengontrol kinerja bawahannya, dengan mengirimkan gambar melalui handphone kinerja di anggap maksimal.

Dari pimpinan eksekutif (Walikota dan Wakil Walikota) dengan mudah mengontrol, menghimbau dan memberi intruksi kepada kepala dinas Satuan Kerja Pegawai Daerah untuk melaksanakan apa yang menjadi ke inginan baik melaksanakan program kerja maupun pribadi.

Dari kepala atau pimpinan SKPD setiap instansi mereka meneruskan intruksi atau perintah dari pimpinan eksekutif kepada para kepala bagian, dari kepala bagian meneruskan kepada kepala seksi dan dari kepala seksi kepada staff dan yang paling bawah yaitu mereka pemuda-pemuda yang diharuskan melakukan sesuatu yang mereka sendiri tidak memahami tujuannya, untuk kepentingan masyarakat atau hanya mengisi kantong-kantong pejabat.

Para pemuda-pemuda dengan maksimal melakukan pekerjaannya hingga mereka tidak mengenal waktu bahkan harus mengorbankan hari libur dan kebersamaan keluarga mereka, namun karena keserakahan dan ketamakan para pimpinan SKPD jarang ada yang memikirkan kepentingan dan kebutuhan para pemuda yang membela mati-matian demi kepentingan jabatan dan kebutuhan pujian dari pejabat eksekutif, sehingga walaupun waktu, tenaga dan biaya mereka terkuras habis, pekerjaan mereka tidak mendapatkan respon yang positif malahan mereka mendapat pandangan dan penilaian yang negatif.

Dan pimpinan SKPD selalu mengutamakan kepentingan pribadi agar mendapatkan jabatan dan bonus tunjangan dari para eksekutif.

Sikap dan sifat menghamba yang berlebihan dan menuhankan pimpinan eksekutif demi jabatan dari jaman kolonial tetap terpelihara dengan baik.

Inilah realita dari sistem pemerintahan yang di ciptakan penjajahan untuk menjajah, sehingga tongkat estapet penjajahan terus menerus tanpa henti.

Sifat menjilat, berkhiatan, saling menjatuhkan, saling memupuk citra tanpa kinerja dan menghalalkan segala cara (KKN) untuk kepentingan pribadi dan keluarga serta golongannya akan mengkristal  menjauhkan cita-cita bangsa dan negara untuk menjadi negara yang mandiri di bidang ekonomi, berdaulat di bidang Politik dan berkepribadian kebudayaan.

Maka wajar jika negara saat ini sebagian besar di kuasai asing, karena para pengambil kebijakan, penegakan hukum serta pelaksanaan program kerja pemerintah di lakukan oleh pemuda-pemuda pemegang tongkat estapet kolonial untuk menjajakan sistem kolonial dan tunduk terhadap intruksi Asing dan Aseng.

Sudah saatnya kita yang menyadari sebuah kesalahan dari sistem kolonial yang terus-menerus berkembang untuk melakukan tindakan dan menghimpun kekuatan.

Hanya dengan perlawanan dan pergerakan dari pemuda-pemuda yang sadar adanya kesalahan dalam birokrasi dan sistem pemerintah, maka kolonialisme dan Imperialisme bisa di Hentikan.

Mendiamkan kesalahan adalah kejahatan. Saat inilah kita mulai bersungguh-sungguh dalam belajar, mendalami tauhid, menjalankan strategi dengan kecerdasan dan merapatkan barisan menuju perubahan yang menjadi harapan bangsa dan negara.

“Kalau mati, dengan berani; kalau hidup, dengan berani.
Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian.
Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?
Kalau keberanian tidak ada, itulah sebabnya setiap bangsa asing bisa jajah kita. (Pramoedya Ananta Toer)

_____The End.

(Catatan Harian Morsse Murbais, Minggu, 13 maret 2016,  22.17 Wib).

 

Penjajahan terjadi karena adanya keserakahan dan kelemahan. Setiap penjajahan maka akan menimbulkan korban dan menyakitkan.

Penjajahan itu bisa berupa Fisik ataupun Mental, yang berkaitan dengan fisik dapat kita lihat dengan indra kita dan wujudnya nyata, sedangkan yang berkaitan dengan mental itu tidak terlihat namun sangat mudah kita rasakan.

Di era serba sulit saat ini, salah satu faktor yang membuat para pemuda mengalah untuk diam dan tunduk terhadap penjajahan adalah saat mereka telah selsai menempuh pendidikan baik itu sekolah menengah atas, ataupun perguruan tinggi. Setelah mereka lulus maka mereka berhadapan dengan persoalan-persoalan pribadi dan lingkungan, salah satu masalah pokok yang mereka hadapi adalah sempitnya lapangan kerja serta Faktor Nepotisme dilembaga, Intansi negeri maupun swasta, dan Perusahaan.

Persoalan internal pemuda saat ini salah satu yang terberat adalah kebutuhan pribadi dan keluarga. Sehingga dengan sempitnya peluang mendapatkan pekerjaan yang layak, maka pemuda saat ini harus mampu memaksimalkan potensi diri atau terjebak dalam suasana kebingungan terus menerus.

Berbeda jika pemuda tersebut dalam suatu keluarga mapan, dalam arti baik orang tua ataupun sanak famili yang memiliki kedudukan atau jabata yang tinggi  di Intansi Negeri maupun swasta, maka sangat mudah para pemuda ini di tempatkan di tempat kerja yang layak, walaupun pemuda tersebut tidak memiliki kemampuan apapun.

Bagi pemuda dari kalangan keluarga yang sederhana atau dari keluarga yang jauh dari kata cukup dalam porsi kebutuhan, walaupun memiliki kemampuan yang baik dan keahlian di bidang akademis, sudah pasti akan mengalami keadaan yang sangat tidak di inginkan. Selain kebutuhan pribadi dan keluarganya, merekapun harus memikirkan masa depan bagi kehidupannya, agar kelak keturunannya tidak mengalami nasib serupa seperti yang mereka alami saat ini.

Dari faktor alami dan kondisi lingkungan inilah maka dapat kita pahami, Apabila sosok pemuda tidak memiliki jiwa organisasi dan idealisme yang tangguh, akan mudah di jajah baik fisik maupun mentalnya.

Karena saat mereka memasuki dunia kerja baik di instansi pemerintah maupun perusahaan swasta, mereka akan menganggap bahwa atasan ataupun pimpinannya sebagai Tuhan yang wajib di ikuti dan di sembah walaupun terkadang banyak yang mengarah pada azas manfaat pribadi.

Sehingga apapun caranya akan mereka lakukan untuk menciptakan masa depan yang sesuai harapan dan menikmati kondisi lingkungan walaupun kondisi itu membentuk mereka menjadi penghamba, pengemis, penjilat, pecundang dan mengkristal dalam dirinya untuk membentuk pola baru sebagai penerima tongkat estafet sang penindas berikutnya.

Saat ini banyak kita temui para pemimpin baik di sebuah institusi, lembaga, instansi pemerintah maupun swasta, sosok pemuda yang masih berada di posisi paling bawah akan selalu menunduk dan menyembah serta melakukan apapun intruksi pimpinannya, bahkan untuk menjual aset negarapun dia lakukan yang penting bapak senang dan posisinya serta penghasilannya meningkat.

Baik pemuda dari keluarga mapan dan kecukupan, maupun dari keluarga miskin dan penuh kekurangan, tanpa kecerdasan, keberanian, keahlian, keimanan dan  Jiwa Idealisme yang tinggi, saat di beri kesempatan berkarier di instansi apapun dan perusahaan manapun, maka akan mengawali kehidupannya seperti masyarakat kerja rodi dan berkembang menjadi barisan kompeni untuk mentransfer jiwa kolonial di generasi berikutnya.

Sistem Negara hari ini terbentuk dan di bentuk dari lobi-lobi dan tekanan kepentingan penjajah sehingga sampai kapanpun baik pemuda maupun masyarakat akan menggunakan pola kehidupan sesuai sistem yang terbentuk.

Tidak ada kata lain, pemuda hari ini harus di arahkan kepada pendidikan mandiri, pemupukan jiwa dan mental pemberani, pembentukan karakter yang idealisme dan nasionalisme serta meningkatkan daya kreativitas untuk menciptakan pemuda yang siap naik di atas Pentas baik secara nasional maupun regional. Karena tanpa memberikan arahan seperti di atas, maka mental-mental feodalisme akan semakin subur di bumi Nusantara ini.

Sistem Pemerintah Terbentuk Untuk Menjajah dan Melahirkan Penjajah.

Karakter dan Mental Generasi Muda Yang Suci Di Hancurkan Sistem yang Menjajah agar  Menjadi Generasi Penjajah.

“Menyerah Terhadap Penindasan, Atau melawan untuk perbaikan dan perubahan.”

Bersambung….
(Catatan Harian Ardhi Morsse Murbais, Minggu, 13 maret 2016,  15.52 Wib).

Untuk mengambil simpati dari pimpinan eksekutif (Walikota dan Wakil walikota) Sejumlah Kepala Dinas Satuan Kerja Pegawai Daerah (SKPD) melakukan kegiatan kelapangan seperti mengecet pinggir jalan, menyapu halaman, membuang sampah pada tempatnya dan berendam di tempat banjir.

Hal itu sangat positif jika di lakukan dengan sungguh-sungguh, tulus, dan ikhlas, namun kenyataannya tidak lebih hanya sebagai upaya menarik simpati pimpinan agar medapatkan pujian dan simbol jempol di Handphon karena di nilai sudah kerja maksimal.

Pada saat di lapangan bawahan atau pegawai tenaga kerja harianlah yang mati-matian di tuntut untuk kerja hingga melampaui batas jam kerja yang sudah di tentukan seperti datang ke kantor Pukul 06.30 Wib, dan Pulang Pukul 18.45 Wib., Sedangkan para Kepala Dinas, Kepala Bidang tidak lain datang hanya berfoto dan setelah itu pergi lagi.

Foto-foto langsung di kirim ke server grup pemerintah atau langsung ke walikota atau wakil walikota itu sendiri.

Pegawai bawahan banyak yang merasa di zholimi dengan tingkah laku pimpinan-pimpinan seperti ini. Mereka tidak pernah menyadari dan memikirkan bahwa demi pencitraan yang mereka lakukan para bawahan dalam harus peras keringat agar walikota menilai bahwa tempat atau lokasi tempat pencitraan adalah benar dalam keadaan yang sesuai dengan keinginan.

Para bawahan selain memeras keringat dan kerja di luar dari jam yang di tentukan mereka juga mengeluarkan biaya untuk menunjang kerja kerasnya, baik dari makan, minum hingga belanja tambahan seperti es dan lain-lain.

Jadi hasil kerja pimpinan yang hanya bermodalkan jepretan membawa ketidak adilan dan membawa penderitaan dari semua bawahaan, bahkan yang lebih parah lagi para pimpinan memberikan pekerjaan yang diluar tugas pokok bawahaanya, seperti pekerjaa Dinas BPBD di lakukan oleh dinas Dinas Kebersihan dan Pertamanan, dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan mengerjakan tugas dinas Pekerjaan Umum, atau Pekerjaan dinas Kebersihan dan Pertamanan di kerjakan oleh Dinas Satpol PP.

Dalam upaya pencitraan para Pimpinan Satuan Kerja Pegawai Daerah, Para bawahan lah yang menjadi korban dan di korbankan, sedangkan mereka mendapatkan nama, kenaikan jabatan bahkan bonus pendapatan.

Sehingga pada saat para pekerja bawahan atau tenaga harian di angkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dan menduduki jabatan akan melakukan hal yang sama seperti para pendahulunya, inilah realita bahwa sistem pemerintah hari ini tidak lebih baik dari jaman kolonial, Jabatan dan Pendapatan membutakan mata hati dan perasaan serta penindasan akan terus berkembang hingga akhir zaman.

(Catatan Harian Morsse Murbais, Jumat, 11 maret 2016, Pukul 00.12 wib.)