Archive for the ‘Fakta dan Realita Penjajah Modrn’ Category

A.KONDISI EKONOMI RAKYAT

“Seorang alim masih boleh menghidupkan ekonomi bangsanya walaupun setelah ratusan tahun meninggal dunia; ramai ahli politik membunuh ekonomi bangsa walau memerintah satu penggal.” (Wan Mohd Nor Wan Daud, “Rihlah Ilmiah: dari Neomodernisme ke Islamisasi Ilmu Kontemporer”)

Kutipan di atas menggambarkan keadaan ekonomi hasil kebijakan para pemimpin dan politikus Indonesia hari ini. Dalam tiga tahun terakhir ini kita melihat pemerintah mengabaikan pemembangunan ekonomi rakyat dan lebih memprioritaskan pembangunan infrastruktur. Sedangkan masalah yang dihadapi bangsa saat ini adalah melemahnya ekonomi rakyat.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, data pertumbuhan ekono¬mi Indonesia pada kuartal pertama tahun 2016 tumbuh 4,92. Hasil tersebut juga di bawah target pemerintah yakni sebesar 5,3%. Lebih rendah dari kuartal sebelum¬nya (kuartal IV tahun 2015) sebesar 5,04%.Kemudian Berdasarkan survei Bank Indonesia (BI), dibandingkan Desember 2016 data pertumbuhan penjualan eceran bulan Januari 2017 menunjukkan penurunan.

Penurunan terjadi pada penjualan suku cadang dan aksesori turun 0,9%; penjualan makanan, minuman, dan tembakau turun 2,7%; penjualan bahan bakar kendaraan turun 2,2%; penjualan peralatan informasi dan komunikasi turun 0,6%; penjualan perlengkapan rumah tangga turun 0,7; Penjualan barang budaya dan rekreasi turun 1,3%; dan penjualan sandang (pakaian) turun 2,1%.

Penurunan daya beli masyarakat ini juga menyebabkan harga-harga relatif tidak banyak bergejolak.

Oleh sebab itu, dalam beberapa tahun terakhir inflasi nasional relatif rendah.

B.PENYEBAB MELEMAHNYA EKONOMI RAKYAT DAN PENURUNAN DAYA BELI

Salah satu hal yang menonjol beberapa tahun terakhir ini adalah keterbatasan lapangan kerja, sehingga sekalipun orang tidak masuk ke pengangguran terbuka, tetapi mereka terlempar ke sektor nonformal. 

Sektor ini tentu tidak menghasilkan penghasilan yang memadai. Sehingga kalau penghasilannya tidak memadai, barang-barang yang mampu dibeli sangat terbatas. Itu yang disebut penurunan daya beli.

Pada Bulan Juli lalu, Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Dody Budi Waluyo mengatakan, penjualan ritel di kuartal II 2017 hanya tumbuh 6,7 persen. Sementara di kuartal II 2016 lalu penjualan ritel tumbuh 7-8 persen. 

Adanya perlambatan pertumbuhan penjualan ritel di kuartal II 2017 merupakan cermin dari melemahnya ekonomi masyarakat saat ini.

Melemahnya ekonomi yang tercermin dari Penurunan daya beli ini menciptakan kurva demand yang menurun, itu menyebabkan harga-harga relatif tidak mengalami gejolak.

Sehingga dalam tiga tahun terakhir, inflasi kita relatif rendah. Tetapi pemerintah menilai dengan inflasi rendah, berarti ada ruang untuk menaikkan harga-harga yang bisa ditentukan pemerintah, seperti listrik, tarif air minum, termasuk biaya pengurusan STNK dan BPKB, yang sebenarnya tidak signifikan, tapi berdampak pada daya beli masyarakat.

C. HARUS ADA PEMIKIRAN YANG OUT OF THE BOX

Perekonomian Indonesia kian hari makin tidak menentu, meski berbagai kebijakan telah dikeluarkan oleh Pemerintahan Presiden Jokowi dibawah komando Sri Mulyani dan Darmin Nasution untuk mengkatrol ekonomi dalam negeri. 

Berbagai kebijakan Sri Mulyani semenjak diangkat oleh Jokowi sangatlah jauh dari cita-cita dan agenda besar Jokowi melalui Trisakti dan Nawacita.Maka jelas harus ada terobosan yang progresif untuk kembali memperkuat ekonomi rakyat. Harus ada pemikiran yang out of the box. 

Tidak bisa lagi tim ekonomi Pemerintah mengandalkan cara berpikir yang lama. Apalagi bila terperangkap di dalam pikiran yang sangat konservatif tersebut.

________

Sebagai kaum muda yang sedang melukis sejarah dan berhadapan dengan kondisi bangsa hari ini, maka Menjadi renungan bersama apa yang disampaikan oleh Sastrawan terbaik yang pernah kita miliki, Pramoedya Ananta Toer, “..Babak sinthesis sedang di ambang pintu. Yang jelas, semua yang telah terjadi akan abadi dalam ingatan bangsa ini dan umat manusia sepanjang abad, tak peduli orang suka atau tidak. Para pengarang akan menghidupkannya lebih jelas dalam karya-karyanya. Para pembunuh dan terbunuh akan menjadi abadi di dalamnya daripada sebagai pelaku sejarah saja. Topeng dan jubah suci akan berserakan.

*(ARDHI MORSSE. Direktur Gerakan Intelektual Islam (GIIS). Seni 4 Desember 2017. Pukul 17.23 wib.)*

​sumber info: https://metaonline.id/melemahnya-ekonomi-indonesia-dalam-agenda-besar-trisakti-dan-nawacita/

Mungkin Hanya Di Indonesia Jalan Umum jadi Arena Balap.

Saling Uji Suara Kenalpot, Saling Uji Kecepatan Motor Metik dan Moge, Saling Adu kehebatan salip menyalip antara Angkot, Pribadi, dan Bus kota, Adu paling kuat suara Klakson mobil dan motor, Adu penguasaan jalan antara Truk, tronton alat berat, dan Box Pembawa barang.

Adu keberanian dalam melanggar lampu merah, Adu kehebatan saat menggunakan trotoar sebagai jalan kendaraan, dan Adu Ego dalam menciptakan polusi udara.

Penjualan kendaraan menggurita bahkan seperti penjualan kacang goreng, di sisi lain para pengamen meramaikan lampu merah dengan segala rupa, dari kostum boneka anak-anak, amplop atas nama keprihatinan, hingga kelompok seni budaya tanpa jiwa.

Tak kalah serunya adalah bentakan-bentakan pengguna jalan yang saling menyalahkan saat saling melanggar lampu merah.

Oh… Ibu Kota,,,,

Kau kejam hingga membuat para penghuninya hilang perasaan, hilang hati nurani, dan saling membenci, mencaci maki, hingga saling mencelakai….

Antara yang pulang kerja dan berangkat kerja saling bertabrakakan waktu, saling menjalin mendahului karena waktu, saling menyerempet karena takut waktu….

Oh…  Warga Kota…

Hanya kekesalan dan frustrasi menjalani hidup tanpa tahu tujuan hidup, hari demi hari hanya keletihan, kekecewaan, kekesalan, dan kebencian yang di konsumsi hati dan pikiran.

Apakah ini adalah ciptaan manusia? 

Atau di ciptakan agar kita melupakan kebesaran bangsa…

Tanpa sadar sampai rumah kita hanya menjadi warga kota yang lupa bahwa kita memiliki tetangga, memiliki saudara, dan memiliki keluarga.

Setiap hari, setiap waktu, kita di benturkan dengan masalah ekonomi, masalah politik, masalah Kemacetan jalan, serta masalah polusi hati dan pikiran.

Konflik selalu terjadi, dimanapun, kapanpun, hingga masalah uang parkir dapat merenggut nyawa… 

Adakah pemimpin kita tahu bahwa warganya dalam keadaan frustrasi, dalam keadaan saling benci, dalam keadaan saling menghakimi… 

Kita bagian dari itu… Tapi pemimpin kita asik tidur, minum susu, makan keju, dan memelihara pemikiran Dungu… Tanpa sadar negeri ini sudah dalam Cengraman kapitalis Psikopat yang terus membelengggu.



*(ARDHI MORSSE, Simpang Tiga lampu merah, 3 Desember 2017. Pukul 19.59 Wib)*



sumber info:
​https://metaonline.id/psikopat-ibu-kota/

A. PEMAHAMAN BONUS DEMOGRAFI

Ekonomi Indonesia berpotensi tumbuh lebih cepat dan terjadi perbaikan kualitas sumber daya manusia. Manfaat ekonomi yang terjadi akibat menurunnya rasio ketergantungan (angka yang menyatakan perbandingan antara jumlah penduduk usia nonprodukif dan jumlah penduduk usia produktif) inilah yang disebut dengan bonus demografi.

Indonesia diprediksi mendapatkan bonus demografi pada 2020-2030, dimana jumlah jumlah penduduk usia produktif akan mencapai 70 persen, sedangkan sisanya yang 30 persen masuk usia tidak produktif (14 tahun ke bawah dan 65 tahun ke atas). Data yang digunakan untuk menganalisis bonus demografi saat ini masih mengacu pada hasil proyeksi penduduk dalam UN World Population Prospects (2002).

Badan Kependudukan & Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendefinisikan bonus demografi sebagai keuntungan yang dinikmati suatu negara akibat besarnya proporsi penduduk produktif yakni rentang usia 15- 65 tahun dalam evolusi kependudukan yang dialami oleh negara tersebut.

Menurut buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 yang diterbitkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Badan Pusat Statistik (BPS) dan United Nations Population Fund (UNFPA) pada tahun 2013, jumlah penduduk Indonesia akan bertambah menjadi 271,1 juta jiwa pada 2020.

Jika persentase bonus demografi dihitung berdasarkan angka proyeksi maka jumlah penduduk usia produktif tiga tahun yang akan datang diperkirakan mencapai 189,7 juta jiwa.

Meskipun BKKBN mendefenisikan fenomena kependudukan itu sebagai sebuah keuntungan namun hal itu juga bisa menimbulkan kerugian bahkan bencana.

Di satu sisi, bonus demografi memberi keuntungan karena melimpahnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang produktif. Namun di sisi lain, bencana siap mengintai apabila angkatan kerja yang melimpah itu tidak berkualitas baik.

Setidaknya ada dua argumen mengapa potensi bonus demografi meleset dari perkiraan sebelumnya.

Pertama, rasio ketergantungan tak serendah yang diperkirakan. Rasio ketergantungan Indonesia akan mencapai titik terendah sebesar 44 per 100 penduduk usia produktif selama periode tahun 2020 hingga 2030 jika didasarkan pada proyeksi penduduk dalam UN World Population Prospects (2002). Namun, proyeksi penduduk yang dilakukan oleh Lembaga Demografi FEUI dengan menggunakan basis data Sensus Penduduk 2010 menunjukkan hasil yang berbeda. Rasio ketergantungan terendah hanya akan mencapai angka 46, bukan 44 seperti perkiraan sebelumnya. Maknanya, manfaat bonus demografi tidak sebesar yang diharapkan. Setiap 100 penduduk usia produktif akan menanggung bukan 44 melainkan 46 penduduk usia nonprodukif (terdiri atas 35 penduduk muda berusia 0-14 tahun dan 11 penduduk lansia).

Kedua, Rentang waktu rasio ketergantungan mencapai titik terendah ternyata lebih pendek. Berdasarkan UN World Population Prospects (2002) diperkirakan rasio ketergantungan akan mencapai titik terendah selama kurun 2020-2030. Periode tersebut dikenal dengan istilah the window of opportunity (Sri Moertiningsih Adioetomo, 2005).

B. KENDALA BONUS DEMOGRAFI

I. NARKOBA

Saat ini narkoba memang menjadi salah satu tantangan terbesar bagi negara-negara di dunia termasuk Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan Puslitkes Universitas Indonesia (UI) Tahun 2015 tentang Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, diketahui bahwa angka prevalensi penyalahguna Narkoba di Indonesia telah mencapai 2,20% atau sekitar 4.098.029 orang dari total populasi penduduk (berusia 10-59 tahun). Sebanyak 35-50 orang meninggal sia-sia setiap hari akibat penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba baik secara langsung maupun tidak.

Menurut survei tersebut, persentase penyalahguna berdasarkan latar belakang pekerjaan masing-masing adalah 50,34% pekerja, 27,32% pelajar dan mahasiswa, serta 22,34% pengangguran. Data tersebut tentu menjadi warning bagi bangsa kita agar lebih serius dalam menangani persoalan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Narkoba kini menjadi musuh bangsa nomor satu karena telah merasuk ke semua elemen masyarakat.

Di dalam lingkungan pendidikan, maraknya penyalahgunaan narkoba akan menghasilkan generasi muda yang diperbudak adiksi. Pelajar yang telah kecanduan narkoba tak bisa lagi belajar secara maksimal. Biasanya terjadi penurunan prestasi yang signifikan disertai dengan perubahan sikap dan prilaku mengarah pada hal-hal negatif (HIV/AIDS & SEX BEBAS).

II. SEX BEBAS

Meningkatnya budaya seks bebas di kalangan pelajar mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Bahkan perilaku seks pra nikah tersebut dari tahun ke tahun meningkat.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan selain narkoba dan HIV/AIDS, persoalan utama remaja Indonesia saat ini adalah seks bebas. Hal tersebut harus segera ditangani mengingat jumlah remaja terbilang besar yakni mencapai 26,7 persen dari total penduduk.

Temuan Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Penelitian Bisnis dan Humaniora (LSCK-PUSBIH) di tahun 2008 lebih mengagetkan lagi. LSCK-PUSBIH melakukan penelitian terhadap 1.660 mahasiswi di Yogyakarta.

Hasil yang mereka dapatkan, 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang kegadisannya dan 98 orang mengaku pernah melakukan aborsi.

Penelitian Komnas Perlindungan Anak (KPAI) di 33 Provinsi pada bulan Januari-Juni 2008 menyimpulkan empat hal: Pertama, 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno. Kedua, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah ciuman, genital stimulation (meraba alat kelamin) dan oral seks. Ketiga, 62,7% remaja SMP tidak perawan. Dan yang terakhir, 21,2% remaja mengaku pernah aborsi.

Kementerian Kesehatan 2009 pernah merilis hasil penelitian di empat kota yakni Jakarta Pusat, Medan, Bandung, dan Surabaya yang menunjukkan sebanyak 35,9 persen remaja punya teman yang sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Bahkan, 6,9 persen responden telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah.

III. MUTU PENDIDIKAN

Pada tahun 2014 posisi pendidikan Indonesia sangatlah buruk. The Learning Curve Pearson 2014, sebuah lembaga pemeringkatan pendidikan dunia memaparkan bahwa Indonesia menempati peringkat terakhir dalam mutu pendidikan di dunia. Sedangkan di tahun 2015 mutu pendidikan di Indonesia masih saja berada di 10 negara yang memiliki mutu pendidikan yang rendah, peringkat tersebut di dapat dari Global School Ranking.

Mutu pendidikan di Indonesia dinilai masih kurang baik dibandingkan dengan negara-negara di kawasan OECD (The Organisation for Economic Co-operation and Development) atau Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian Harvard University, maka apabila kecepatan pendidikan Indonesia tak berubah, maka Indonesia membutuhkan waktu 300 tahun lagi untuk dapat menyamai mutu pendidikan di negara-negara OECD

Merangkum dari beberapa sumber, dapat dikatakan bahwa ada empat faktor yang setidaknya menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, yaitu:

a. Pengunaan Buku Paket Sebagai Buku “Acuan”
Indonesia sudah beberapa kali mengganti kurikulum yang digunakan tetapi setiap terjadinya perubahan tersebut tidak menimbulkan kemajuan dari hal tersebut. Meskipun kurikulum diubah, tetapi sistem pengunaan buku acuan atau buku paket tetap saja digunakan dalam proses pembelajaran, guru-guru pun mengunakan buku tersebut menjadi acuan utama untuk mengajar tanpa ada referensi dari buku yang lainnya.

b. Sistem Pengajaran yang Monoton
Sistem pembelajaran yang sama selalu di terapkan para guru untuk muridnya, dengan memberi peraturan bahwa selama guru menyampaikan materi, murid tidak di perbolehkan bertanya. Hal tersebut malah menjadikan anak murid malas bertanya dan justru tidak memperhatikan materi yang di sampaikan, tidak ada komunikasi yang aktif antara anak murid dengan guru.

c. . Kualitas Guru yang Rendah
Bukan rahasia lagi bahwa para guru di Indonesia itu memiliki kualitas yang rendah, mereka lebih mementingkan mutu mereka sendiri dari pada keberhasilan para muridnya. Tuntutan dari pemerintah yang juga meminta sertifikasi lebih mendorong mereka untuk memanipulasi data, dan mementingkan adminitrasi sekolah, bagaimna cara pempertahankan murid, cara menarik murid-murid baru, agar ingin mendaftar ke sekolah tersebut.

d. Budaya Mencontek yang Semakin Menjadi Budaya mencontek, sebenarnya bukanlah salah dari anaknya malas belajar, tetapi dari gurunya tidak dapat mengontrol kebiasaan anak seperti itu, yang lebih parahnya lagi, ada beberapa guru yang mengajarkan anak-anaknya untuk mencontek, seperti yang sering terdengar sekarang bahwa, setiap anak-anak kelas akhir di tingkat SMP maupun SMA, yang ingin ujian nasional di berikan bocoran kunci jawaban dari sekolah.

Kemudian terakhir Ikhtisar Data Pendidikan Dasar 2015/2016 menunjukkan betapa tinggi lulusan SD yang tak bisa melanjutkan ke SLTP, ditambah siswa putus sekolah, mencapai 1 juta anak lebih. Menurut BPS, ada 48,02 juta (40%) dari 120 juta pekerja Indonesia berpendidikan SD. Itu pun yang tak tamat SD mencapai 15,65 juta (13%) dan yang tidak pernah sekolah 4,3 juta orang (3,6%). Sementara pekerja dengan pendidikan sekolah menengah pertama mencapai 21.48 juta orang (17,8%).

IV. ANGKA KELAHIRAN

Asumsi angka kelahiran (fertilitas) 1,89 anak per perempuan di tahun 2030 yang digunakan dalam UN World Population Prospects (2002) sulit tercapai. Berdasarkan tren fertilitas yang ada, Lembaga Demografi FEUI memperkirakan bahwa di tahun 2030 angka kelahiran ”hanya” dapat turun menjadi 2,15 anak per perempuan. Berarti, jumlah kelahiran lebih tinggi daripada perkiraan sebelumnya.

Dampaknya, jumlah penduduk usia nonproduktif dari kelompok usia muda (0-14 tahun) juga akan lebih banyak daripada yang diproyeksikan sebelumnya. Apalagi angka kelahiran total (TFR) hasil Survei Demografi dan Kesehatan 2012 (BPS) juga cenderung stagnan selama lima tahun terakhir, yaitu 2,6 anak per perempuan. Program Keluarga Berencana dalam beberapa tahun terakhir gagal mencapai targetnya.

V. ANGKA KEMATIAN

Kematian bayi pada 2030 kemungkinan lebih rendah dibandingkan asumsi UN World Population Prospects (2002): diperkirakan turun 18,9 per 1.000 kelahiran hidup. Lembaga Demografi FEUI melihat tren bahwa angka kematian bayi bisa turun hingga 17 per 1.000 kelahiran hidup di 2030.

Penurunan angka kematian bayi bisa lebih cepat daripada perkiraan sebelumnya. Dampaknya, usia harapan hidup akan lebih tinggi dibandingkan asumsi UN World Population Prospects (2002). Jumlah lansia meningkat lebih cepat dari perkiraan sehingga berkontribusi terhadap penambahan penduduk usia nonproduktif.

VI. PELUANG KERJA

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, pada tahun 2017 telah terjadi kenaikan jumlah pengangguran di Indonesia sebesar 10.000 orang menjadi 7,04 juta orang pada Agustus 2017 dari Agustus 2016 sebesar 7,03 juta orang. Selain itu angkatan kerja Indonesia masih didominasi oleh pekerja dengan tingkat pendidikan primer (SD) sebesar 26,55 % dan tingkat sekunder yaitu SLTP sebesar 18,04 % dan SLTA sebesar 18,05 %. Adapun angakatan kerja dengan tamatan Universitas hanya sebesar 8,34.

C. PENUTUP

Penduduk usia produktif yang tidak berada dalam performa terbaiknya tentu akan tersisih.  Ketidaksiapan baik secara fisik dan mental akan membuat angkatan kerja kesulitan bersaing.
Ujung-ujungnya akan muncul permasalahan serius yaitu terjadinya pengangguran besar-besaran yang membebani negara.

Oleh karena itu, baik masyarakat maupun pemerintah masih harus terus berupaya untuk meningkatkan tingkat pendidikan penduduk sehingga akan menciptakan sumber daya manusia berkualitas yang akan meningkatkan produktivitas nasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Yang Paling utama Pemerintah harus berpikir untuk menjadi agent of development untuk peningkatan kualitas SDM dan Pemerintah perlu membuat target konkret yang masuk akal dan tak hanya sebatas imbauan atau wacana semata.

*(ARDHI MORSSE. 28 November 2017.Pukul 04.00 wib.)*


Hari kamis malam Jumat, 18 agustus 2016 Pukul 19.11 wib. Telah terjadi adu mulut antara petugas pelaksana penegak perda (Satpol PP-Satlinmas) dengan tukang parkir yang berasal dari kupang & Ambon.
 
Awal permasalahan adalah adanya Tukang parkir yang tidak terima adanya pemberian arahan oleh anggota Satlinmas Kota Tangerang kepada pedagang agar tidak berjualan di atas taman di lokasi Pusat pemerintah kota tangerang Jalan Satria sudirman, kelurahan suka asih, kecamatan tangerang, kota tangerang.

Sikap Arogansi dalam keadaan mabuk tukang parkir yang seolah-olah taman tersebut adalah milik pribadinya menjadi penghalang untuk menciptakan ketertiban di wilayah umum, apalagi di lokasi yang berada di wilayah pusat pemerintahan.

Kejadian arogansi tukang parkir bukan hanya kali ini saja, bahkan Sudah berkali-kali dan sampai terjadi pemukulan oleh tukang parkir orang Ambon terhadap pengunjung beberapa waktu lalu, seperti pemukulan terhadap petugas DKP Kota Tangerang, Pegawai Kesbangpol Kota Tangerang, hingga mahasiswa UNIS Tangerang, walaupun korban melaporkan kepada pihak kepolisian namun laporan korban pemukulan seperti angin lalu, tidak ada langkah nyata dari pihak yang berwajib maupun tindakan nyata dari intansi pemerintah terkait untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi warga kota tangerang.

Tukang parkir di wilayah taman kawasan pusat pemerintah kota tangerang yang begitu arogan di sertai mabuk dan selalu menggunakan tindak kekerasan pada kenyataannya tidak memberikan dampak positif terhadap APBD Kota Tangerang maupun Keamanan & Kenyamanan lingkungan, kenyataan yang terjadi hanya membuat warga kota tangerang yang berkunjung merasa tidak aman dan merasa terganggu.

Mereka tukang parkir di wilayah tersebut secara semena-mena menetapkan tarif, untuk motor dua ribu, jika kurang mereka membentak bahkan memukul, sedangkan untuk mobil di kenakan tarif lima ribu, jika kurang merakapun akan marah dan memukul pemilik kendaraan.

Hal tersebut Sangat penting menjadi pertanyaan, kemanakah uang dari tarif parkir tersebut ?, apakah masuk APBD Kota Tangerang, Atau masuk kantong pribadi?

Dan siapa yang mengarahkan mereka untuk selalu melakukan tindak kekerasan dalam menetapkan tarip perkir yang berada di kawasan pusat pemerintah kota Tangerang ?, Atau ada pejabat pemerintah yang mengendalikan dan melindungi kegiatan mereka?

Padahal sudah jelas dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3/2014, Tentang Perubahan Atas Perda Nomor 15/2011, Tentang Retribusi Jasa Usaha, mengatur soal tarif parkir di area parkir milik daerah.
Namun perda tersebut sepertinya tidak berlaku bagi mereka.

Terkait memberikan arahan kepada pedagang yang berada di atas taman oleh anggota Satlinmas Kota Tangerang sudah sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Ketertiban Umum, Tapi dalam pelaksanaannya terbentur dengan tindakan tukang parkir yang bersikap secara arogan dan terlihat dalam keadaan mabuk miras sehingga berani menantang anggota satlinmas dengan berkata, “KAMI DARI KUPANG DATANG KE KOTA TANGERANG SUDAH SIAP MASUK RUMAH SAKIT DAN MASUK KUBURAN.”

Melihat arogansi tukang parkir liar dalam keadaan mabuk yang berada di kawasan pusat pemerintah kota tangerang sudah jelas bahwa mereka melakukan pelanggaran hukum dan melakukan tindakan yang mengancam petugas pelaksana lapangan. Hal tersebut dimuat dalam KUHP (Penal Code) Buku Kedua Kejahatan  BAB V Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum diantaranya:

Pasal 154, “Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Pasal 156,”Barang siapa di rnuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beherapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa hagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Pasal 170 ayat 1,” Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”

Melihat fakta dan pelanggaran Hukum yang di lakukan oleh tukang parkir liar sudah jelas bahwa seharusnya ada tindakan hukum untuk mengatasi permasalahan tersebut dari intansi kepolisian.

Karena Secara garis besar bahwa adanya tukang parkir yang menganggu ketertiban dan kenyamanan di tempat umum merupakan kejahatan yang menurut sifatnya dapat menimbulkan bahaya terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat kota tangerang dan juga dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap  ketertiban alamiah di dalam masyarakat.  

Sebagai petugas lapangan anggota Linmas (Perlindungan Masyarakat) Kota Tangerang sudah semaksimal mungkin untuk melaksanakan tugasnya dalam melindungi masyarakat dari rasa tidak aman dan tidak nyaman, karena Manusia sebagai makhluk sosial  sangat  membutuhkan rasa aman, tenteram dan terlindungi. 

Terutama segala yang berkaitan dengan hubungan atau interaksi terhadap sesama masyarakat kota tangerang.

Negara sebagai payung tempat masyarakat berteduh wajib memberikan solusi  dan melindungi segala kepentingan masyarakat agar tidak mengganggu dan saling merugikan  antara yang satu dengan yang lainnya.

SUDAH SAATNYA BERTINDAK TEGAS UNTUK KEPENTINGAN MASYARAKAT KOTA TANGERANG.!!!

“PERINGATAN HARI MERDEKA BAGI BANGSA BERMENTAL TEMPE”

Jawa diduduki pada abad ke-16, Maluku pada abad ke-17, dan lambat laun Negeri Asing menguasai semua pulau-pulau kami. Bali akhirnya dikuasai pada tahun 1906.

Sambil mencengkeramkan kukunya, Kekuasaan Asing itu mengeruk kekayaan Kami, Mengikis Kepribadian Kami, dan Menindas Putra-Putri Bangsa yang besar, yang telah di kenal mampu melukis, memahat, mengarang musik, dan Menciptakan Tari selama Berabad-abad. Kami tidak lagi dikenal oleh dunia luar, Kecuali oleh Pemeras-pemeras dari Barat yang Mencari harta di Indonesia.

Akibat dari Imperialisme benar-benar Dahsyat. Orang-orang lelaki direnggut dari rumahnya dan di paksa menjadi budak di pulau-pulau sebrang, yang kekurangan tenaga manusia.
Kaum perempuan dipaksa bekerja di kebun nila dan harus terus bekerja keras, sekalipun mereka melahirkan selagi produksi berlangsung.

TEMPE adalah sejenis makanan yang lunak dan murah terbuat dari kacang kedele yang di beri ragi.
NEGERI TEMPE Berarti Negeri Lemah.
Seperti itulah kami jadinya.
Kami terus-menerus dikatakan sebagai bangsa yang memiliki otak seperti KAPAS.
KAMI menjadi PENGECUT, TAKUT, TUNDUK, JUGA TAKUT BERDIRI, karena apapun yang kami lakukan di anggap SALAH.

KAMI menjadi ORANG yang LEMBEK seperti AGAR-AGAR dengan NYALI KECIL.

KAMI LEMAH seperti KATAK dan LEMBUT seperti KAPUK.
Kami menjadi suatu bangsa yang hanya dapat berbicara Pelan, “YA,TUAN”

Sifat RENDAH DIRI ORANG INDONESIA itu tidak bisa hilang Sampai Sekarang.

Ini yang membuatku Agak MARAH Saat ini.

Hinaan yang terus menerus di Pompakan oleh bangsa Asing terhadap kelemahan kami, membuat kami meyakininya. Menyakini bahwa KAU bangsa yang HINA dan BODOH merupakan senjata dari penjajah.

Imperialisme adalah Kumpulan Kekuatan Jahat yang kasat mata dan Yang Tidak.

Saat ini Mental-Mental Penjajah itu mengalir di dalam Bangsa dan Generasi Bangsa Indonesia Sendiri, Saling melemahkan, Saling Menghina, Saling Menjatuhkan Bahkan Saling memeras darah saudara sebangsanya Sendiri.

Masa Ini adalah masa kegelapan bagi Negara Indonesia, karena Penjajahan Asing, Perampok Asing, hingga pelemahan Asing terhadap Negeri tercinta ini bukan hanya oleh bangsa Asing tapi oleh Generasi Bangsa yang BERMENTAL TEMPE, PECUNDANG dan BERNYALI KECIL.

Di Momen HUT RI Ke-71 Tahun Ini Negara Kita di Ambang KEHANCURAN & MUSNAH.

Mental dan Jiwa Para Pemimpin dan Penghuninya dalam Keadaan LEMAH & SAKIT.

MARILAH BERSAMA-SAMA BANGKIT, MERAPATKAN BARISAN DAN MAJU MELAWAN IMPERIALISME DAN KOLONIALISME DALAM BENTUK APAPUN, SERTA BANGUN BANGSA INI DENGAN KEBERANIAN UNTUK TIDAK MENJADI PEMALAS, PECUNDANG & BERNYALI KECIL SERTA BERWATAK PENJAJAH.

Walaupun Kita Bangsa Tempe, Tapi Kita TIDAK Bermental Tempe.!!!

(Ardhi Morsse, 12 Agustus 2016)

“SOLUSI UNTUK MASALAH LOKAL – NASIONAL”

Diantaranya Sebagai berikut:

1. Fakta : Salah satu syarat Investasi Cina di Indonesia adalah dengan mengikutsertakan warga cina jadi tenaga kerja di Indonesia.

Masalah : Exodus warga cina ke Indonesia tidak hanya yang legal namun yang ilegal lebih banyak. Sehingga dapat mengganggu kedaulatan Indonesia dan memperburuk peluang warga negara Indonesia dalam meraih pekerjaan.

Solusi: Mahasiswa Bungkam.

2. Fakta : Balita membutuhkan Imunisasi dari Vaksin yang ada di Rumah sakit & Klinik.

Masalah : Banyaknya beredar Vaksin Palsu yang melibatkan Dokter dan perawat di rumah sakit serta menimbulkan banyak korban.

Solusi: Mahasiswa Bungkam.

3. Fakta: Akan di selenggarakan Pemilu serentak di Indonesia, dari KPU & Panwaslu menjaring kandidat PPK & Panwascam.

Masalah : Rekrutmen PPK & Panwascam banyak terjadi indikasi proses Negosiasi, sehingga dapat melahirkan Demokrasi yang syarat akan korupsi serta manipulasi.

Solusi: Mahasiswa Bungkam.

4. Fakta : Budaya Hendonis dan westernisasi yang di kampanyekan lewat sinetron dan film-film di indonesia mempengaruhi Pola pikir masyarakat Indonesia.

Masalah : Dampak adanya budaya westernisasi dalam program televisi banyak menimbulkan kejahatan Seksual anak di bawah umur. KPAI Indonesia seperti tidak bekerja.

Solusi: Mahasiswa Bungkam.

5. Fakta : Beberapa Bulan ini ada proses penerimaan siswa-siswi baru di tingkat SMP & SMA Negeri.

Masalah: Banyak warga yang mengeluh karena proses seleksi masuk sekolah Negeri tidak transparansi dan main sogok kepada guru dan kepala sekolah.

Solusi: Mahasiswa Bungkam.

6. Fakta : Setiap menjelang hari raya terjadi permainan ekonomi dari harga sembako dan harga daging sapi.

Masalah: Pemerintah puasa mengimpor Daging beku alasan harga murah dan memenuhi permintaan pasar.

*Di pasar tradisional banyak terdapat daging sapi di campur daging babi.

Solusi: Mahasiswa Bungkam.

Masih banyak permasalahan lokal dan Nasional saat ini yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat.
Namun kaum muda mahasiswa sudah tidak mampu menjadi pejuang dan harapan masyarakat.

Apakah ini awal dari kehancuran bangsa Indonesia?

Untuk apa mengaku mahasiswa jika Apatis terhadap lingkungan dan keadaan yang terjadi di sekitar kita.

Salam mahasiswa… Selamat menikmati tidur dan pesta.

(“Ada Apa Antara Korporasi & Militer Indonesia?”)
___________________

Kejatuhan Suharto dan beralihnya pemerintahan ke tangan sipil?

Sepertinya, hanya ganti aktor dan ganti aturan main. Sedangkan secara skematik, tetap berada dalam orbit pengaruh kepentingan korporasi-korporasi asing.

Menurut cerita seorang narasumber kepada Jhon Perkins (Confessions of an Economic Hit Man), sejak Suharto lengser pada 1998, segalanya malah lebih buruk lagi. Ketika anggaran militer dipangkas dengan perhitungan bahwa para petinggi militer akan bisa dijinakkan, para jenderal tahu ke mana mereka harus meminta bantuan: perusahaan-perusahaan pertambangan dan energi asing.

Model semacam ini menurut Perkins mirip seperti di Nigeria, Kolombia,dan Nikaragua.

Alhasil, selain sumberdaya alam, militer kita pun berada dalam pengaruh kepentingan – kepentingan korporasi asing.

Betapa rapuhnya militer kita dirembesi kepentingan-kepentingan korporasi asing, tak ada berita yang lebih spektakuler selain kelakuan Freeport McMoRan Copper and Gold.

Betapa tidak. Menurut sebuah artikel The New York Times maupun Associated Press terbitan 30 Desember 2005, para petinggi korporasi tambang dan emas tersebut membayar sebesar 20 juta dolar AS kepada para komandan dan unit militer di Papua selama tujuh tahun (yang berarti sejak 1998), sebagai imbalan perlindungan terhadap berbagai fasilitas mereka di sana.

Fakta ini jadi krusial, karena dengan begitu hanya sepertiga dari anggaran untuk angkatan bersenjata Indonesia yang berasal dari anggaran negara. Selebihnya, dikumpulkan dari sumber “tak resmi” sebagai “biaya perlindungan,” sehingga administrasi militer bisa berjalan terpisah dari kontrol keuangan pemerintah.

Intinya, ketika Suharto lengser dan beralih ke pemerintahan sipil di era reformasi, pada perkembangannya justru perusahaan tambang dan energi mengendalikan sistem regulasi Indonesia yang lemah.

Perkins benar adanya. Lahirnya UU No 22/2001 tentang Migas maupun UU No 20/2002 maupun UU No 30/2009 tentang kelistrikan, sepenuhnya berada dalam supervisi kepentingan-kepentingan korporasi asing.

Bahkan UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara yang pada dasarnya dimaksud untuk melumpuhkan dominasi Freeport dan Newmont melalui kewajiban membangun smelter untuk pemurnian konsentrat, telah dijegal melalui keluarnya PP No 1 Tahun 2014, yang tetap memberi hak istimewa kepada kedua korporasi raksasa tersebut.

Sumber:
http://www.antiliberalnews.com/2015/12/17/mantan-bandit-ekonomi-as-bongkar-permainan-freeport-dan-modus-korupsi-indonesia/

Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan nanti akan Tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada kolam ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi.

Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di sana dengansegala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek.

Sebagai penajag surau, Kakek tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari sedekah yang dipungutnya sekali se-Jumat. Sekali enam bulan ia mendapat seperempat dari hasil pemungutan ikan mas dari kolam itu. Dan sekali setahun orang-orang mengantarkan fitrah Id kepadanya. Tapi sebagai garin ia tak begitu dikenal. Ia lebih di kenal sebagai pengasah pisau. Karena ia begitu mahir dengan pekerjaannya itu. Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia tak pernah minta imbalan apa-apa. Orang-orang perempuan yang minta tolong mengasahkan pisau atau gunting, memberinya sambal sebagai imbalan. Orang laki-laki yang minta tolong, memberinya imbalan rokok, kadang-kadang uang. Tapi yang paling sering diterimanya ialah ucapan terima kasih dan sedikit senyum.

Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya. Hingga anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan segala apa yang disukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti papan dinding atau lantai di malam hari.

Jika Tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya. Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak di jaga lagi. Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya. Beginilah kisahnya.

Sekali hari aku datang pula mengupah Kakek. Biasanya Kakek gembira menerimaku, karena aku suka memberinya uang. Tapi sekali ini Kakek begitu muram. Di sudut benar ia duduk dengan lututnya menegak menopang tangan dan dagunya. Pandangannya sayu ke depan, seolah-olah ada sesuatu yang yang mengamuk pikirannya. Sebuah belek susu yang berisi minyak kelapa, sebuah asahan halus, kulit sol panjang, dan pisau cukur tua berserakan di sekitar kaki Kakek. Tidak pernah aku melihat Kakek begitu durja dan belum pernah salamku tak disahutinya seperti saat itu. Kemudian aku duduk disampingnya dan aku jamah pisau itu. Dan aku tanya Kakek,

“Pisau siapa, Kek?”

“Ajo Sidi.”

“Ajo Sidi?”

Kakek tak menyahut. Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan aku ingin ketemu dia lagi. Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa mengikat orang-orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang terjadi karena ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, sukses terbesar baginya ialah karena semua pelaku-pelaku yang diceritakannya menjadi model orang untuk diejek dan ceritanya menjadi pameo akhirnya. Ada-ada saja orang-orang di sekitar kampungku yang cocok dengan watak pelaku-pelaku ceritanya.

Ketika sekali ia menceritakan bagaimana sifat seekor katak, dan kebetulan ada pula seorang yang ketagihan menjadi pemimpin berkelakuan seperti katak itu, maka untuk selanjutnya pimpinan tersebut kami sebut pimpinan katak.

Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatang Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi telah membuat bualan tentang Kakek? Dan bualan itukah yang mendurjakan Kakek? Aku ingin tahu. Lalu aku tanya Kakek lagi. “Apa ceritanya, Kek?”

“Siapa?”

“Ajo Sidi.”

“Kurang ajar dia,” Kakek menjawab.

“Kenapa?”

“Mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasah tajam-tajam ini, menggoroh tenggorokannya.”

“Kakek marah?”

“Marah? Ya, kalau aku masih muda, tapi aku sudah tua. Orang tua menahan ragam. Sudah lama aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau imanku rusak karenanya, ibadatku rusak karenanya. Sudah begitu lama aku berbuat baik, beribadat, bertawakal kepada Tuhan. Sudah begitu lama aku menyerahkan diri kepada-Nya. Dan Tuhan akan mengasihi orang yang sabar dan tawakal.”

Ingin tahuku dengan cerita Ajo Sidi yang memurungkan Kakek jadi memuncak. Aku tanya lagi Kakek,

“Bagaimana katanya, Kek?”

Tapi Kakek diam saja. Berat hatinya bercerita barangkali. Karena aku telah berulang-ulang bertanya, lalu ia yang bertanya padaku, “Kau kenal padaku, bukan?

Sedari kau kecil aku sudah disini. Sedari mudaku, bukan? Kau tahu apa yang kulakukan semua, bukan? Terkutukkah
 perbuatanku? Dikutuki Tuhankah semua pekerjaanku?”

Tapi aku tak perlu menjawabnya lagi. Sebab aku tahu, kalau Kakek sudah membuka mulutnya, dia takkan diam lagi. Aku biarkan Kakek dengan pertanyaannya sendiri.

“Sedari muda aku di sini, bukan? Tak kuingat punya isteri, punya anak, punya keluarga seperti orang lain, tahu?

Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, kuserahkan kepada Allah Subhanahu wataala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya. Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka. Marahkah Tuhan kalau itu yang kulakukan, sangkamu?

Akan dikutukinya aku kalau selama hidupku aku mengabdi kepada-Nya? Tak kupikirkan hari esokku, karena aku yakin Tuhan itu ada dan pengasih dan penyayang kepada umatnya yang tawakal. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul beduk membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepada-Nya. Aku sembahyang setiap waktu. Aku puji-puji Dia. Aku baca Kitab-Nya.
 Alhamdulillah kataku bila aku menerima karunia-Nya. Astagfirullah kataku bila aku terkejut.Masya Allah kataku bila aku kagum. Apa salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk.”

Ketika Kakek terdiam agak lama, aku menyelakan tanyaku, “Ia katakan Kakek begitu, Kek?”

“Ia tak mengatakan aku terkutuk. Tapi begitulah kira-kiranya.”

Dan aku melihat mata Kakek berlinang. Aku jadi belas kepadanya. Dalam hatiku aku mengumpati Ajo Sidi yang begitu memukuli hati Kakek. Dan ingin tahuku menjadikan aku nyinyir bertanya. Dan akhirnya Kakek bercerita lagi.

“Pada suatu waktu, ‘kata Ajo Sidi memulai, ‘di akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang. Para malaikat bertugas di samping-Nya. Di tangan mereka tergenggam daftar dosa dan pahala manusia. Begitu banyak orang yang diperiksa. Maklumlah dimana-mana ada perang. Dan di antara orang-orang yang diperiksa itu ada seirang yang di dunia di namai Haji Saleh. Haji Saleh itu tersenyum-senyum saja, karena ia sudah begitu yakin akan di masukkan ke dalam surga. Kedua tangannya ditopangkan di pinggang sambil membusungkan dada dan menekurkan kepala ke kuduk. Ketika dilihatnya orang-orang yang masuk neraka, bibirnya menyunggingkan senyum ejekan.

Dan ketika ia melihat orang yang masuk ke surga, ia melambaikan tangannya, seolah hendak mengatakan ‘selamat ketemu nanti’. Bagai tak habishabisnya orang yang berantri begitu panjangnya. Susut di muka, bertambah yang di belakang. Dan Tuhan memeriksa dengan segala sifat-Nya.

Akhirnya sampailah giliran Haji Saleh. Sambil tersenyum bangga ia menyembah Tuhan. Lalu
 Tuhan mengajukan pertanyaan pertama.

‘Engkau?’

‘Aku Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh namaku.’

‘Aku tidak tanya nama. Nama bagiku, tak perlu. Nama hanya buat engkau di dunia.’

‘Ya, Tuhanku.’

‘apa kerjamu di dunia?’

‘Aku menyembah Engkau selalu, Tuhanku.’

‘Lain?’

‘Setiap hari, setiap malam. Bahkan setiap masa aku menyebut-nyebut nama-Mu.’

‘Lain.’

‘Ya, Tuhanku, tak ada pekerjaanku selain daripada beribadat menyembah-Mu, menyebut-nyebut nama-Mu. Bahkan dalam kasih-Mu, ketika aku sakit, nama-Mu menjadi buah bibirku juga. Dan aku selalu berdoa, mendoakan kemurahan hati-Mu untuk menginsafkan umat-Mu.’

‘Lain?’

Haji Saleh tak dapat menjawab lagi. Ia telah menceritakan segala yang ia kerjakan. Tapi ia insaf, pertanyaan Tuhan bukan asal bertanya saja, tentu ada lagi yang belum di katakannya. Tapi menurut pendapatnya, ia telah menceritakan segalanya. Ia tak tahu lagi apa yang harus dikatakannya. Ia termenung dan menekurkan kepalanya. Api neraka tiba-tiba menghawakan kehangatannya ke tubuh Haji Saleh. Dan ia menangis. Tapi setiap air matanya mengalir, diisap kering oleh hawa panas neraka itu.

‘Lain lagi?’ tanya Tuhan.

‘Sudah hamba-Mu ceritakan semuanya, o, Tuhan yang Mahabesar, lagi Pengasih dan Penyayang, Adil dan Mahatahu.’ Haji Saleh yang sudah kuyu mencobakan siasat merendahkan diri dan memuji Tuhan dengan pengharapan semoga Tuhan bisa berbuat lembut terhadapnya dan tidak salah tanya kepadanya.

Tapi Tuhan bertanya lagi: ‘Tak ada lagi?’

‘O, o, ooo, anu Tuhanku. Aku selalu membaca Kitab-Mu.’

‘Lain?’

‘Sudah kuceritakan semuanya, o, Tuhanku. Tapi kalau ada yang lupa aku katakan, aku pun bersyukur karena Engkaulah Mahatahu.’

‘Sungguh tidak ada lagi yang kaukerjakan di dunia selain yang kauceritakan tadi?’

‘Ya, itulah semuanya, Tuhanku.’

‘Masuk kamu.’

Dan malaikat dengan sigapnya menjewer Haji Saleh ke neraka. Haji Saleh tidak mengerti kenapa ia di bawa ke neraka. Ia tak mengerti apa yang di kehendaki Tuhan daripadanya dan ia percaya Tuhan tidak silap.

Alangkah tercengang Haji Saleh, karena di neraka itu banyak teman-temannya di dunia terpanggang hangus, merintih kesakitan. Dan ia tambah tak mengerti dengan keadaan dirinya, karena semua orang yang dilihatnya di neraka itu tak kurang ibadatnya dari dia sendiri. Bahkan ada salah seorang yang telah sampai empat belas kali ke Mekah dan bergelar syekh pula. Lalu Haji Saleh mendekati mereka, dan bertanya kenapa mereka dinerakakan semuanya. Tapi sebagaimana Haji Saleh, orang-orang itu pun, tak mengerti juga.

‘Bagaimana Tuhan kita ini?’ kata Haji Saleh kemudian, ‘Bukankah kita di suruh-Nya taat beribadat, teguh beriman? Dan itu semua sudah kita kerjakan selama hidup kita. Tapi kini kita dimasukkan-Nya ke neraka.’

‘Ya, kami juga heran. Tengoklah itu orang-orang senegeri dengan kita semua, dan tak kurang ketaatannya beribadat,’ kata salah seorang diantaranya.

‘Ini sungguh tidak adil.’

‘Memang tidak adil,’ kata orang-orang itu mengulangi ucapan Haji Saleh.

‘Kalau begitu, kita harus minta kesaksian atas kesalahan kita.’

‘Kita harus mengingatkan Tuhan, kalau-kalau Ia silap memasukkan kita ke neraka ini.’

‘Benar. Benar. Benar.’ Sorakan yang lain membenarkan Haji Saleh.

‘Kalau Tuhan tak mau mengakui kesilapan-Nya, bagaimana?’ suatu suara melengking di dalam kelompok orang banyak itu.

‘Kita protes. Kita resolusikan,’ kata Haji Saleh.

‘Apa kita revolusikan juga?’ tanya suara yang lain, yang rupanya di dunia menjadi pemimpin gerakan revolusioner.

‘Itu tergantung kepada keadaan,’ kata Haji Saleh. ‘Yang penting sekarang, mari kita berdemonstrasi menghadap Tuhan.’

‘Cocok sekali. Di dunia dulu dengan demonstrasi saja, banyak yang kita perolah,’ sebuah suara menyela.

‘Setuju. Setuju. Setuju.’ Mereka bersorak beramai-ramai.

Lalu mereka berangkatlah bersama-sama menghadap Tuhan.

Dan Tuhan bertanya, ‘Kalian mau apa?’

Haji Saleh yang menjadi pemimpin dan juru bicara tampil ke depan. Dan dengan suara yang menggeletar dan berirama rendah, ia memulai pidatonya: ‘O, Tuhan kami yang Mahabesar. Kami yang menghadap-Mu ini adalah umat-Mu yang paling taat beribadat, yang paling taat menyembahmu. Kamilah orang-orang yang selalu menyebut nama-Mu, memuji-muji kebesaran- Mu,mempropagandakan keadilan-Mu, dan lain-lainnya. Kitab-Mu kami hafal di luar kepala kami.Tak sesat sedikitpun kami membacanya. Akan tetapi, Tuhanku yang Mahakuasa setelah kami Engkau panggil kemari, Engkau memasukkan kami ke neraka. Maka sebelum terjadi hal-hal yang tak diingini, maka di sini, atas nama orang-orang yang cinta pada-Mu, kami menuntut agar hukuman yang Kaujatuhkan kepada kami ke surga sebagaimana yang Engkau janjikan dalam Kitab-Mu.’

‘Kalian di dunia tinggal di mana?’ tanya Tuhan.

‘Kami ini adalah umat-Mu yang tinggal di Indonesia, Tuhanku.’

‘O, di negeri yang tanahnya subur itu?’

‘Ya, benarlah itu, Tuhanku.’

‘Tanahnya yang mahakaya raya, penuh oleh logam, minyak, dan berbagai bahan tambang lainnya,
 bukan?’

‘Benar. Benar. Benar. Tuhan kami. Itulah negeri kami.’ Mereka mulai menjawab serentak. Karena fajar kegembiraan telah membayang di wajahnya kembali. Dan yakinlah mereka sekarang, bahwa Tuhan telah silap menjatuhkan hukuman kepada mereka itu.

‘Di negeri mana tanahnya begitu subur, sehingga tanaman tumbuh tanpa di tanam?’

‘Benar. Benar. Benar. Itulah negeri kami.’

‘Di negeri, di mana penduduknya sendiri melarat?’

‘Ya. Ya. Ya. Itulah dia negeri kami.’

‘Negeri yang lama diperbudak negeri lain?’

‘Ya, Tuhanku. Sungguh laknat penjajah itu, Tuhanku.’

‘Dan hasil tanahmu, mereka yang mengeruknya, dan diangkut ke negerinya, bukan?’

‘Benar, Tuhanku. Hingga kami tak mendapat apa-apa lagi. Sungguh laknat mereka itu.’

‘Di negeri yang selalu kacau itu, hingga kamu dengan kamu selalu berkelahi, sedang hasil tanahmu orang lain juga yang mengambilnya, bukan?’

‘Benar, Tuhanku. Tapi bagi kami soal harta benda itu kami tak mau tahu. Yang penting bagi kami ialah menyembah dan memuji Engkau.’

‘Engkau rela tetap melarat, bukan?’

‘Benar. Kami rela sekali, Tuhanku.’

‘Karena keralaanmu itu, anak cucumu tetap juga melarat, bukan?’

‘Sungguhpun anak cucu kami itu melarat, tapi mereka semua pintar mengaji. Kitab-Mu mereka hafal di luar kepala.’

‘Tapi seperti kamu juga, apa yang disebutnya tidak di masukkan ke hatinya, bukan?’

‘Ada, Tuhanku.’

‘Kalau ada, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua. Sedang harta bendamu kaubiarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal kalau engkau miskin. Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk di sembah saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk neraka. hai, Malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di keraknya!”

Semua menjadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa jalan yang diridai Allah di dunia. Tapi Haji Saleh ingin juga kepastian apakah yang akan di kerjakannya di dunia itu salah atau benar. Tapi ia tak berani bertanya kepada Tuhan. Ia bertanya saja pada
 malaikat yang menggiring mereka itu.

‘Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami, menyembah Tuhan di dunia?’ tanya Haji Saleh. ‘Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat sembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak isterimu sendiri, sehingga mereka itu kucar-kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak mempedulikan mereka sedikit pun.’

Demikianlah cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan Kakek. Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak pergi menjenguk.

“Siapa yang meninggal?” tanyaku kagut.

“Kakek.”

“Kakek?”

“Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur.”

“Astaga! Ajo Sidi punya gara-gara,” kataku seraya cepat-cepat meninggalkan istriku yang tercengang-cengang.

Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa dengan istrinya saja. Lalu aku tanya dia.

“Ia sudah pergi,” jawab istri Ajo Sidi.

“Tidak ia tahu Kakek meninggal?”

“Sudah. Dan ia meninggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat Kakek tujuh lapis.”

“Dan sekarang,” tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikit pun bertanggung jawab, “dan sekarang kemana dia?”

“Kerja.”

“Kerja?” tanyaku mengulangi hampa.

“Ya, dia pergi kerja.”

—the end—

(CERPEN KARYA H. ALI AKBAR NAVIS)

 

“Belajarlah dari Barat, tapi jangan jadi peniru Barat, melainkan jadilah murid dari Timur yang cerdas. Karena Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan.
Kalau sistem itu tak bisa diperiksa kebenarannya dan tak bisa dikritik, maka matilah Ilmu Pasti itu.
Ingatlah Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda.” (Tan Malaka)
_______________

Pemuda-Pemuda yang Lugu, Jujur dan Tulus akan mengalami perkembangan pesat saat mereka berada pada dunia baru, yaitu dunia kerja. Mereka akan melakukan apapun untuk mempertahankan dirinya agar tetap bekerja di tempat yang memberinya harapan.

Tempat kerja membentuk karakter tersendiri pada diri pemuda, apalagi para pemuda yang berada di instansi pemerintah.

Pemuda-pemuda yang berada di instansi pemerintah pada awalnya niat mereka suci untuk mengabaikan diri mereka pada pemerintah namun niat itu tidak mudah untuk di implementasikan, karena mereka berada pada sistem yang mengaharuskan mereka menjadi apa yang di inginkan sistem dan yang di inginkan orang-orang yang mengendalikan sistem itu sendiri.

Mereka di hadapkan pada realita kehidupan yang hendonis, apatis dan di penuhi KKN, sehingga karakter dan niat suci terkikis secara perlahan hingga akhirnya meraka membentuk pribadi yang sesuai ke inginan sistem dan pengendali sistem.

Perkembangan teknologi yang semakin pesat memudahkan setiap pimpinan intansi untuk mengontrol kinerja bawahannya, dengan mengirimkan gambar melalui handphone kinerja di anggap maksimal.

Dari pimpinan eksekutif (Walikota dan Wakil Walikota) dengan mudah mengontrol, menghimbau dan memberi intruksi kepada kepala dinas Satuan Kerja Pegawai Daerah untuk melaksanakan apa yang menjadi ke inginan baik melaksanakan program kerja maupun pribadi.

Dari kepala atau pimpinan SKPD setiap instansi mereka meneruskan intruksi atau perintah dari pimpinan eksekutif kepada para kepala bagian, dari kepala bagian meneruskan kepada kepala seksi dan dari kepala seksi kepada staff dan yang paling bawah yaitu mereka pemuda-pemuda yang diharuskan melakukan sesuatu yang mereka sendiri tidak memahami tujuannya, untuk kepentingan masyarakat atau hanya mengisi kantong-kantong pejabat.

Para pemuda-pemuda dengan maksimal melakukan pekerjaannya hingga mereka tidak mengenal waktu bahkan harus mengorbankan hari libur dan kebersamaan keluarga mereka, namun karena keserakahan dan ketamakan para pimpinan SKPD jarang ada yang memikirkan kepentingan dan kebutuhan para pemuda yang membela mati-matian demi kepentingan jabatan dan kebutuhan pujian dari pejabat eksekutif, sehingga walaupun waktu, tenaga dan biaya mereka terkuras habis, pekerjaan mereka tidak mendapatkan respon yang positif malahan mereka mendapat pandangan dan penilaian yang negatif.

Dan pimpinan SKPD selalu mengutamakan kepentingan pribadi agar mendapatkan jabatan dan bonus tunjangan dari para eksekutif.

Sikap dan sifat menghamba yang berlebihan dan menuhankan pimpinan eksekutif demi jabatan dari jaman kolonial tetap terpelihara dengan baik.

Inilah realita dari sistem pemerintahan yang di ciptakan penjajahan untuk menjajah, sehingga tongkat estapet penjajahan terus menerus tanpa henti.

Sifat menjilat, berkhiatan, saling menjatuhkan, saling memupuk citra tanpa kinerja dan menghalalkan segala cara (KKN) untuk kepentingan pribadi dan keluarga serta golongannya akan mengkristal  menjauhkan cita-cita bangsa dan negara untuk menjadi negara yang mandiri di bidang ekonomi, berdaulat di bidang Politik dan berkepribadian kebudayaan.

Maka wajar jika negara saat ini sebagian besar di kuasai asing, karena para pengambil kebijakan, penegakan hukum serta pelaksanaan program kerja pemerintah di lakukan oleh pemuda-pemuda pemegang tongkat estapet kolonial untuk menjajakan sistem kolonial dan tunduk terhadap intruksi Asing dan Aseng.

Sudah saatnya kita yang menyadari sebuah kesalahan dari sistem kolonial yang terus-menerus berkembang untuk melakukan tindakan dan menghimpun kekuatan.

Hanya dengan perlawanan dan pergerakan dari pemuda-pemuda yang sadar adanya kesalahan dalam birokrasi dan sistem pemerintah, maka kolonialisme dan Imperialisme bisa di Hentikan.

Mendiamkan kesalahan adalah kejahatan. Saat inilah kita mulai bersungguh-sungguh dalam belajar, mendalami tauhid, menjalankan strategi dengan kecerdasan dan merapatkan barisan menuju perubahan yang menjadi harapan bangsa dan negara.

“Kalau mati, dengan berani; kalau hidup, dengan berani.
Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian.
Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?
Kalau keberanian tidak ada, itulah sebabnya setiap bangsa asing bisa jajah kita. (Pramoedya Ananta Toer)

_____The End.

(Catatan Harian Morsse Murbais, Minggu, 13 maret 2016,  22.17 Wib).

 

Penjajahan terjadi karena adanya keserakahan dan kelemahan. Setiap penjajahan maka akan menimbulkan korban dan menyakitkan.

Penjajahan itu bisa berupa Fisik ataupun Mental, yang berkaitan dengan fisik dapat kita lihat dengan indra kita dan wujudnya nyata, sedangkan yang berkaitan dengan mental itu tidak terlihat namun sangat mudah kita rasakan.

Di era serba sulit saat ini, salah satu faktor yang membuat para pemuda mengalah untuk diam dan tunduk terhadap penjajahan adalah saat mereka telah selsai menempuh pendidikan baik itu sekolah menengah atas, ataupun perguruan tinggi. Setelah mereka lulus maka mereka berhadapan dengan persoalan-persoalan pribadi dan lingkungan, salah satu masalah pokok yang mereka hadapi adalah sempitnya lapangan kerja serta Faktor Nepotisme dilembaga, Intansi negeri maupun swasta, dan Perusahaan.

Persoalan internal pemuda saat ini salah satu yang terberat adalah kebutuhan pribadi dan keluarga. Sehingga dengan sempitnya peluang mendapatkan pekerjaan yang layak, maka pemuda saat ini harus mampu memaksimalkan potensi diri atau terjebak dalam suasana kebingungan terus menerus.

Berbeda jika pemuda tersebut dalam suatu keluarga mapan, dalam arti baik orang tua ataupun sanak famili yang memiliki kedudukan atau jabata yang tinggi  di Intansi Negeri maupun swasta, maka sangat mudah para pemuda ini di tempatkan di tempat kerja yang layak, walaupun pemuda tersebut tidak memiliki kemampuan apapun.

Bagi pemuda dari kalangan keluarga yang sederhana atau dari keluarga yang jauh dari kata cukup dalam porsi kebutuhan, walaupun memiliki kemampuan yang baik dan keahlian di bidang akademis, sudah pasti akan mengalami keadaan yang sangat tidak di inginkan. Selain kebutuhan pribadi dan keluarganya, merekapun harus memikirkan masa depan bagi kehidupannya, agar kelak keturunannya tidak mengalami nasib serupa seperti yang mereka alami saat ini.

Dari faktor alami dan kondisi lingkungan inilah maka dapat kita pahami, Apabila sosok pemuda tidak memiliki jiwa organisasi dan idealisme yang tangguh, akan mudah di jajah baik fisik maupun mentalnya.

Karena saat mereka memasuki dunia kerja baik di instansi pemerintah maupun perusahaan swasta, mereka akan menganggap bahwa atasan ataupun pimpinannya sebagai Tuhan yang wajib di ikuti dan di sembah walaupun terkadang banyak yang mengarah pada azas manfaat pribadi.

Sehingga apapun caranya akan mereka lakukan untuk menciptakan masa depan yang sesuai harapan dan menikmati kondisi lingkungan walaupun kondisi itu membentuk mereka menjadi penghamba, pengemis, penjilat, pecundang dan mengkristal dalam dirinya untuk membentuk pola baru sebagai penerima tongkat estafet sang penindas berikutnya.

Saat ini banyak kita temui para pemimpin baik di sebuah institusi, lembaga, instansi pemerintah maupun swasta, sosok pemuda yang masih berada di posisi paling bawah akan selalu menunduk dan menyembah serta melakukan apapun intruksi pimpinannya, bahkan untuk menjual aset negarapun dia lakukan yang penting bapak senang dan posisinya serta penghasilannya meningkat.

Baik pemuda dari keluarga mapan dan kecukupan, maupun dari keluarga miskin dan penuh kekurangan, tanpa kecerdasan, keberanian, keahlian, keimanan dan  Jiwa Idealisme yang tinggi, saat di beri kesempatan berkarier di instansi apapun dan perusahaan manapun, maka akan mengawali kehidupannya seperti masyarakat kerja rodi dan berkembang menjadi barisan kompeni untuk mentransfer jiwa kolonial di generasi berikutnya.

Sistem Negara hari ini terbentuk dan di bentuk dari lobi-lobi dan tekanan kepentingan penjajah sehingga sampai kapanpun baik pemuda maupun masyarakat akan menggunakan pola kehidupan sesuai sistem yang terbentuk.

Tidak ada kata lain, pemuda hari ini harus di arahkan kepada pendidikan mandiri, pemupukan jiwa dan mental pemberani, pembentukan karakter yang idealisme dan nasionalisme serta meningkatkan daya kreativitas untuk menciptakan pemuda yang siap naik di atas Pentas baik secara nasional maupun regional. Karena tanpa memberikan arahan seperti di atas, maka mental-mental feodalisme akan semakin subur di bumi Nusantara ini.

Sistem Pemerintah Terbentuk Untuk Menjajah dan Melahirkan Penjajah.

Karakter dan Mental Generasi Muda Yang Suci Di Hancurkan Sistem yang Menjajah agar  Menjadi Generasi Penjajah.

“Menyerah Terhadap Penindasan, Atau melawan untuk perbaikan dan perubahan.”

Bersambung….
(Catatan Harian Ardhi Morsse Murbais, Minggu, 13 maret 2016,  15.52 Wib).