Archive for the ‘Renungan Sang Pembaharu’ Category

A.KONDISI EKONOMI RAKYAT

“Seorang alim masih boleh menghidupkan ekonomi bangsanya walaupun setelah ratusan tahun meninggal dunia; ramai ahli politik membunuh ekonomi bangsa walau memerintah satu penggal.” (Wan Mohd Nor Wan Daud, “Rihlah Ilmiah: dari Neomodernisme ke Islamisasi Ilmu Kontemporer”)

Kutipan di atas menggambarkan keadaan ekonomi hasil kebijakan para pemimpin dan politikus Indonesia hari ini. Dalam tiga tahun terakhir ini kita melihat pemerintah mengabaikan pemembangunan ekonomi rakyat dan lebih memprioritaskan pembangunan infrastruktur. Sedangkan masalah yang dihadapi bangsa saat ini adalah melemahnya ekonomi rakyat.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, data pertumbuhan ekono¬mi Indonesia pada kuartal pertama tahun 2016 tumbuh 4,92. Hasil tersebut juga di bawah target pemerintah yakni sebesar 5,3%. Lebih rendah dari kuartal sebelum¬nya (kuartal IV tahun 2015) sebesar 5,04%.Kemudian Berdasarkan survei Bank Indonesia (BI), dibandingkan Desember 2016 data pertumbuhan penjualan eceran bulan Januari 2017 menunjukkan penurunan.

Penurunan terjadi pada penjualan suku cadang dan aksesori turun 0,9%; penjualan makanan, minuman, dan tembakau turun 2,7%; penjualan bahan bakar kendaraan turun 2,2%; penjualan peralatan informasi dan komunikasi turun 0,6%; penjualan perlengkapan rumah tangga turun 0,7; Penjualan barang budaya dan rekreasi turun 1,3%; dan penjualan sandang (pakaian) turun 2,1%.

Penurunan daya beli masyarakat ini juga menyebabkan harga-harga relatif tidak banyak bergejolak.

Oleh sebab itu, dalam beberapa tahun terakhir inflasi nasional relatif rendah.

B.PENYEBAB MELEMAHNYA EKONOMI RAKYAT DAN PENURUNAN DAYA BELI

Salah satu hal yang menonjol beberapa tahun terakhir ini adalah keterbatasan lapangan kerja, sehingga sekalipun orang tidak masuk ke pengangguran terbuka, tetapi mereka terlempar ke sektor nonformal. 

Sektor ini tentu tidak menghasilkan penghasilan yang memadai. Sehingga kalau penghasilannya tidak memadai, barang-barang yang mampu dibeli sangat terbatas. Itu yang disebut penurunan daya beli.

Pada Bulan Juli lalu, Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Dody Budi Waluyo mengatakan, penjualan ritel di kuartal II 2017 hanya tumbuh 6,7 persen. Sementara di kuartal II 2016 lalu penjualan ritel tumbuh 7-8 persen. 

Adanya perlambatan pertumbuhan penjualan ritel di kuartal II 2017 merupakan cermin dari melemahnya ekonomi masyarakat saat ini.

Melemahnya ekonomi yang tercermin dari Penurunan daya beli ini menciptakan kurva demand yang menurun, itu menyebabkan harga-harga relatif tidak mengalami gejolak.

Sehingga dalam tiga tahun terakhir, inflasi kita relatif rendah. Tetapi pemerintah menilai dengan inflasi rendah, berarti ada ruang untuk menaikkan harga-harga yang bisa ditentukan pemerintah, seperti listrik, tarif air minum, termasuk biaya pengurusan STNK dan BPKB, yang sebenarnya tidak signifikan, tapi berdampak pada daya beli masyarakat.

C. HARUS ADA PEMIKIRAN YANG OUT OF THE BOX

Perekonomian Indonesia kian hari makin tidak menentu, meski berbagai kebijakan telah dikeluarkan oleh Pemerintahan Presiden Jokowi dibawah komando Sri Mulyani dan Darmin Nasution untuk mengkatrol ekonomi dalam negeri. 

Berbagai kebijakan Sri Mulyani semenjak diangkat oleh Jokowi sangatlah jauh dari cita-cita dan agenda besar Jokowi melalui Trisakti dan Nawacita.Maka jelas harus ada terobosan yang progresif untuk kembali memperkuat ekonomi rakyat. Harus ada pemikiran yang out of the box. 

Tidak bisa lagi tim ekonomi Pemerintah mengandalkan cara berpikir yang lama. Apalagi bila terperangkap di dalam pikiran yang sangat konservatif tersebut.

________

Sebagai kaum muda yang sedang melukis sejarah dan berhadapan dengan kondisi bangsa hari ini, maka Menjadi renungan bersama apa yang disampaikan oleh Sastrawan terbaik yang pernah kita miliki, Pramoedya Ananta Toer, “..Babak sinthesis sedang di ambang pintu. Yang jelas, semua yang telah terjadi akan abadi dalam ingatan bangsa ini dan umat manusia sepanjang abad, tak peduli orang suka atau tidak. Para pengarang akan menghidupkannya lebih jelas dalam karya-karyanya. Para pembunuh dan terbunuh akan menjadi abadi di dalamnya daripada sebagai pelaku sejarah saja. Topeng dan jubah suci akan berserakan.

*(ARDHI MORSSE. Direktur Gerakan Intelektual Islam (GIIS). Seni 4 Desember 2017. Pukul 17.23 wib.)*

​sumber info: https://metaonline.id/melemahnya-ekonomi-indonesia-dalam-agenda-besar-trisakti-dan-nawacita/

A. PEMAHAMAN BONUS DEMOGRAFI

Ekonomi Indonesia berpotensi tumbuh lebih cepat dan terjadi perbaikan kualitas sumber daya manusia. Manfaat ekonomi yang terjadi akibat menurunnya rasio ketergantungan (angka yang menyatakan perbandingan antara jumlah penduduk usia nonprodukif dan jumlah penduduk usia produktif) inilah yang disebut dengan bonus demografi.

Indonesia diprediksi mendapatkan bonus demografi pada 2020-2030, dimana jumlah jumlah penduduk usia produktif akan mencapai 70 persen, sedangkan sisanya yang 30 persen masuk usia tidak produktif (14 tahun ke bawah dan 65 tahun ke atas). Data yang digunakan untuk menganalisis bonus demografi saat ini masih mengacu pada hasil proyeksi penduduk dalam UN World Population Prospects (2002).

Badan Kependudukan & Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendefinisikan bonus demografi sebagai keuntungan yang dinikmati suatu negara akibat besarnya proporsi penduduk produktif yakni rentang usia 15- 65 tahun dalam evolusi kependudukan yang dialami oleh negara tersebut.

Menurut buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 yang diterbitkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Badan Pusat Statistik (BPS) dan United Nations Population Fund (UNFPA) pada tahun 2013, jumlah penduduk Indonesia akan bertambah menjadi 271,1 juta jiwa pada 2020.

Jika persentase bonus demografi dihitung berdasarkan angka proyeksi maka jumlah penduduk usia produktif tiga tahun yang akan datang diperkirakan mencapai 189,7 juta jiwa.

Meskipun BKKBN mendefenisikan fenomena kependudukan itu sebagai sebuah keuntungan namun hal itu juga bisa menimbulkan kerugian bahkan bencana.

Di satu sisi, bonus demografi memberi keuntungan karena melimpahnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang produktif. Namun di sisi lain, bencana siap mengintai apabila angkatan kerja yang melimpah itu tidak berkualitas baik.

Setidaknya ada dua argumen mengapa potensi bonus demografi meleset dari perkiraan sebelumnya.

Pertama, rasio ketergantungan tak serendah yang diperkirakan. Rasio ketergantungan Indonesia akan mencapai titik terendah sebesar 44 per 100 penduduk usia produktif selama periode tahun 2020 hingga 2030 jika didasarkan pada proyeksi penduduk dalam UN World Population Prospects (2002). Namun, proyeksi penduduk yang dilakukan oleh Lembaga Demografi FEUI dengan menggunakan basis data Sensus Penduduk 2010 menunjukkan hasil yang berbeda. Rasio ketergantungan terendah hanya akan mencapai angka 46, bukan 44 seperti perkiraan sebelumnya. Maknanya, manfaat bonus demografi tidak sebesar yang diharapkan. Setiap 100 penduduk usia produktif akan menanggung bukan 44 melainkan 46 penduduk usia nonprodukif (terdiri atas 35 penduduk muda berusia 0-14 tahun dan 11 penduduk lansia).

Kedua, Rentang waktu rasio ketergantungan mencapai titik terendah ternyata lebih pendek. Berdasarkan UN World Population Prospects (2002) diperkirakan rasio ketergantungan akan mencapai titik terendah selama kurun 2020-2030. Periode tersebut dikenal dengan istilah the window of opportunity (Sri Moertiningsih Adioetomo, 2005).

B. KENDALA BONUS DEMOGRAFI

I. NARKOBA

Saat ini narkoba memang menjadi salah satu tantangan terbesar bagi negara-negara di dunia termasuk Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan Puslitkes Universitas Indonesia (UI) Tahun 2015 tentang Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, diketahui bahwa angka prevalensi penyalahguna Narkoba di Indonesia telah mencapai 2,20% atau sekitar 4.098.029 orang dari total populasi penduduk (berusia 10-59 tahun). Sebanyak 35-50 orang meninggal sia-sia setiap hari akibat penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba baik secara langsung maupun tidak.

Menurut survei tersebut, persentase penyalahguna berdasarkan latar belakang pekerjaan masing-masing adalah 50,34% pekerja, 27,32% pelajar dan mahasiswa, serta 22,34% pengangguran. Data tersebut tentu menjadi warning bagi bangsa kita agar lebih serius dalam menangani persoalan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Narkoba kini menjadi musuh bangsa nomor satu karena telah merasuk ke semua elemen masyarakat.

Di dalam lingkungan pendidikan, maraknya penyalahgunaan narkoba akan menghasilkan generasi muda yang diperbudak adiksi. Pelajar yang telah kecanduan narkoba tak bisa lagi belajar secara maksimal. Biasanya terjadi penurunan prestasi yang signifikan disertai dengan perubahan sikap dan prilaku mengarah pada hal-hal negatif (HIV/AIDS & SEX BEBAS).

II. SEX BEBAS

Meningkatnya budaya seks bebas di kalangan pelajar mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Bahkan perilaku seks pra nikah tersebut dari tahun ke tahun meningkat.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan selain narkoba dan HIV/AIDS, persoalan utama remaja Indonesia saat ini adalah seks bebas. Hal tersebut harus segera ditangani mengingat jumlah remaja terbilang besar yakni mencapai 26,7 persen dari total penduduk.

Temuan Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Penelitian Bisnis dan Humaniora (LSCK-PUSBIH) di tahun 2008 lebih mengagetkan lagi. LSCK-PUSBIH melakukan penelitian terhadap 1.660 mahasiswi di Yogyakarta.

Hasil yang mereka dapatkan, 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang kegadisannya dan 98 orang mengaku pernah melakukan aborsi.

Penelitian Komnas Perlindungan Anak (KPAI) di 33 Provinsi pada bulan Januari-Juni 2008 menyimpulkan empat hal: Pertama, 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno. Kedua, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah ciuman, genital stimulation (meraba alat kelamin) dan oral seks. Ketiga, 62,7% remaja SMP tidak perawan. Dan yang terakhir, 21,2% remaja mengaku pernah aborsi.

Kementerian Kesehatan 2009 pernah merilis hasil penelitian di empat kota yakni Jakarta Pusat, Medan, Bandung, dan Surabaya yang menunjukkan sebanyak 35,9 persen remaja punya teman yang sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Bahkan, 6,9 persen responden telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah.

III. MUTU PENDIDIKAN

Pada tahun 2014 posisi pendidikan Indonesia sangatlah buruk. The Learning Curve Pearson 2014, sebuah lembaga pemeringkatan pendidikan dunia memaparkan bahwa Indonesia menempati peringkat terakhir dalam mutu pendidikan di dunia. Sedangkan di tahun 2015 mutu pendidikan di Indonesia masih saja berada di 10 negara yang memiliki mutu pendidikan yang rendah, peringkat tersebut di dapat dari Global School Ranking.

Mutu pendidikan di Indonesia dinilai masih kurang baik dibandingkan dengan negara-negara di kawasan OECD (The Organisation for Economic Co-operation and Development) atau Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian Harvard University, maka apabila kecepatan pendidikan Indonesia tak berubah, maka Indonesia membutuhkan waktu 300 tahun lagi untuk dapat menyamai mutu pendidikan di negara-negara OECD

Merangkum dari beberapa sumber, dapat dikatakan bahwa ada empat faktor yang setidaknya menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, yaitu:

a. Pengunaan Buku Paket Sebagai Buku “Acuan”
Indonesia sudah beberapa kali mengganti kurikulum yang digunakan tetapi setiap terjadinya perubahan tersebut tidak menimbulkan kemajuan dari hal tersebut. Meskipun kurikulum diubah, tetapi sistem pengunaan buku acuan atau buku paket tetap saja digunakan dalam proses pembelajaran, guru-guru pun mengunakan buku tersebut menjadi acuan utama untuk mengajar tanpa ada referensi dari buku yang lainnya.

b. Sistem Pengajaran yang Monoton
Sistem pembelajaran yang sama selalu di terapkan para guru untuk muridnya, dengan memberi peraturan bahwa selama guru menyampaikan materi, murid tidak di perbolehkan bertanya. Hal tersebut malah menjadikan anak murid malas bertanya dan justru tidak memperhatikan materi yang di sampaikan, tidak ada komunikasi yang aktif antara anak murid dengan guru.

c. . Kualitas Guru yang Rendah
Bukan rahasia lagi bahwa para guru di Indonesia itu memiliki kualitas yang rendah, mereka lebih mementingkan mutu mereka sendiri dari pada keberhasilan para muridnya. Tuntutan dari pemerintah yang juga meminta sertifikasi lebih mendorong mereka untuk memanipulasi data, dan mementingkan adminitrasi sekolah, bagaimna cara pempertahankan murid, cara menarik murid-murid baru, agar ingin mendaftar ke sekolah tersebut.

d. Budaya Mencontek yang Semakin Menjadi Budaya mencontek, sebenarnya bukanlah salah dari anaknya malas belajar, tetapi dari gurunya tidak dapat mengontrol kebiasaan anak seperti itu, yang lebih parahnya lagi, ada beberapa guru yang mengajarkan anak-anaknya untuk mencontek, seperti yang sering terdengar sekarang bahwa, setiap anak-anak kelas akhir di tingkat SMP maupun SMA, yang ingin ujian nasional di berikan bocoran kunci jawaban dari sekolah.

Kemudian terakhir Ikhtisar Data Pendidikan Dasar 2015/2016 menunjukkan betapa tinggi lulusan SD yang tak bisa melanjutkan ke SLTP, ditambah siswa putus sekolah, mencapai 1 juta anak lebih. Menurut BPS, ada 48,02 juta (40%) dari 120 juta pekerja Indonesia berpendidikan SD. Itu pun yang tak tamat SD mencapai 15,65 juta (13%) dan yang tidak pernah sekolah 4,3 juta orang (3,6%). Sementara pekerja dengan pendidikan sekolah menengah pertama mencapai 21.48 juta orang (17,8%).

IV. ANGKA KELAHIRAN

Asumsi angka kelahiran (fertilitas) 1,89 anak per perempuan di tahun 2030 yang digunakan dalam UN World Population Prospects (2002) sulit tercapai. Berdasarkan tren fertilitas yang ada, Lembaga Demografi FEUI memperkirakan bahwa di tahun 2030 angka kelahiran ”hanya” dapat turun menjadi 2,15 anak per perempuan. Berarti, jumlah kelahiran lebih tinggi daripada perkiraan sebelumnya.

Dampaknya, jumlah penduduk usia nonproduktif dari kelompok usia muda (0-14 tahun) juga akan lebih banyak daripada yang diproyeksikan sebelumnya. Apalagi angka kelahiran total (TFR) hasil Survei Demografi dan Kesehatan 2012 (BPS) juga cenderung stagnan selama lima tahun terakhir, yaitu 2,6 anak per perempuan. Program Keluarga Berencana dalam beberapa tahun terakhir gagal mencapai targetnya.

V. ANGKA KEMATIAN

Kematian bayi pada 2030 kemungkinan lebih rendah dibandingkan asumsi UN World Population Prospects (2002): diperkirakan turun 18,9 per 1.000 kelahiran hidup. Lembaga Demografi FEUI melihat tren bahwa angka kematian bayi bisa turun hingga 17 per 1.000 kelahiran hidup di 2030.

Penurunan angka kematian bayi bisa lebih cepat daripada perkiraan sebelumnya. Dampaknya, usia harapan hidup akan lebih tinggi dibandingkan asumsi UN World Population Prospects (2002). Jumlah lansia meningkat lebih cepat dari perkiraan sehingga berkontribusi terhadap penambahan penduduk usia nonproduktif.

VI. PELUANG KERJA

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, pada tahun 2017 telah terjadi kenaikan jumlah pengangguran di Indonesia sebesar 10.000 orang menjadi 7,04 juta orang pada Agustus 2017 dari Agustus 2016 sebesar 7,03 juta orang. Selain itu angkatan kerja Indonesia masih didominasi oleh pekerja dengan tingkat pendidikan primer (SD) sebesar 26,55 % dan tingkat sekunder yaitu SLTP sebesar 18,04 % dan SLTA sebesar 18,05 %. Adapun angakatan kerja dengan tamatan Universitas hanya sebesar 8,34.

C. PENUTUP

Penduduk usia produktif yang tidak berada dalam performa terbaiknya tentu akan tersisih.  Ketidaksiapan baik secara fisik dan mental akan membuat angkatan kerja kesulitan bersaing.
Ujung-ujungnya akan muncul permasalahan serius yaitu terjadinya pengangguran besar-besaran yang membebani negara.

Oleh karena itu, baik masyarakat maupun pemerintah masih harus terus berupaya untuk meningkatkan tingkat pendidikan penduduk sehingga akan menciptakan sumber daya manusia berkualitas yang akan meningkatkan produktivitas nasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Yang Paling utama Pemerintah harus berpikir untuk menjadi agent of development untuk peningkatan kualitas SDM dan Pemerintah perlu membuat target konkret yang masuk akal dan tak hanya sebatas imbauan atau wacana semata.

*(ARDHI MORSSE. 28 November 2017.Pukul 04.00 wib.)*


Hari kamis malam Jumat, 18 agustus 2016 Pukul 19.11 wib. Telah terjadi adu mulut antara petugas pelaksana penegak perda (Satpol PP-Satlinmas) dengan tukang parkir yang berasal dari kupang & Ambon.
 
Awal permasalahan adalah adanya Tukang parkir yang tidak terima adanya pemberian arahan oleh anggota Satlinmas Kota Tangerang kepada pedagang agar tidak berjualan di atas taman di lokasi Pusat pemerintah kota tangerang Jalan Satria sudirman, kelurahan suka asih, kecamatan tangerang, kota tangerang.

Sikap Arogansi dalam keadaan mabuk tukang parkir yang seolah-olah taman tersebut adalah milik pribadinya menjadi penghalang untuk menciptakan ketertiban di wilayah umum, apalagi di lokasi yang berada di wilayah pusat pemerintahan.

Kejadian arogansi tukang parkir bukan hanya kali ini saja, bahkan Sudah berkali-kali dan sampai terjadi pemukulan oleh tukang parkir orang Ambon terhadap pengunjung beberapa waktu lalu, seperti pemukulan terhadap petugas DKP Kota Tangerang, Pegawai Kesbangpol Kota Tangerang, hingga mahasiswa UNIS Tangerang, walaupun korban melaporkan kepada pihak kepolisian namun laporan korban pemukulan seperti angin lalu, tidak ada langkah nyata dari pihak yang berwajib maupun tindakan nyata dari intansi pemerintah terkait untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi warga kota tangerang.

Tukang parkir di wilayah taman kawasan pusat pemerintah kota tangerang yang begitu arogan di sertai mabuk dan selalu menggunakan tindak kekerasan pada kenyataannya tidak memberikan dampak positif terhadap APBD Kota Tangerang maupun Keamanan & Kenyamanan lingkungan, kenyataan yang terjadi hanya membuat warga kota tangerang yang berkunjung merasa tidak aman dan merasa terganggu.

Mereka tukang parkir di wilayah tersebut secara semena-mena menetapkan tarif, untuk motor dua ribu, jika kurang mereka membentak bahkan memukul, sedangkan untuk mobil di kenakan tarif lima ribu, jika kurang merakapun akan marah dan memukul pemilik kendaraan.

Hal tersebut Sangat penting menjadi pertanyaan, kemanakah uang dari tarif parkir tersebut ?, apakah masuk APBD Kota Tangerang, Atau masuk kantong pribadi?

Dan siapa yang mengarahkan mereka untuk selalu melakukan tindak kekerasan dalam menetapkan tarip perkir yang berada di kawasan pusat pemerintah kota Tangerang ?, Atau ada pejabat pemerintah yang mengendalikan dan melindungi kegiatan mereka?

Padahal sudah jelas dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3/2014, Tentang Perubahan Atas Perda Nomor 15/2011, Tentang Retribusi Jasa Usaha, mengatur soal tarif parkir di area parkir milik daerah.
Namun perda tersebut sepertinya tidak berlaku bagi mereka.

Terkait memberikan arahan kepada pedagang yang berada di atas taman oleh anggota Satlinmas Kota Tangerang sudah sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Ketertiban Umum, Tapi dalam pelaksanaannya terbentur dengan tindakan tukang parkir yang bersikap secara arogan dan terlihat dalam keadaan mabuk miras sehingga berani menantang anggota satlinmas dengan berkata, “KAMI DARI KUPANG DATANG KE KOTA TANGERANG SUDAH SIAP MASUK RUMAH SAKIT DAN MASUK KUBURAN.”

Melihat arogansi tukang parkir liar dalam keadaan mabuk yang berada di kawasan pusat pemerintah kota tangerang sudah jelas bahwa mereka melakukan pelanggaran hukum dan melakukan tindakan yang mengancam petugas pelaksana lapangan. Hal tersebut dimuat dalam KUHP (Penal Code) Buku Kedua Kejahatan  BAB V Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum diantaranya:

Pasal 154, “Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Pasal 156,”Barang siapa di rnuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beherapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa hagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Pasal 170 ayat 1,” Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”

Melihat fakta dan pelanggaran Hukum yang di lakukan oleh tukang parkir liar sudah jelas bahwa seharusnya ada tindakan hukum untuk mengatasi permasalahan tersebut dari intansi kepolisian.

Karena Secara garis besar bahwa adanya tukang parkir yang menganggu ketertiban dan kenyamanan di tempat umum merupakan kejahatan yang menurut sifatnya dapat menimbulkan bahaya terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat kota tangerang dan juga dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap  ketertiban alamiah di dalam masyarakat.  

Sebagai petugas lapangan anggota Linmas (Perlindungan Masyarakat) Kota Tangerang sudah semaksimal mungkin untuk melaksanakan tugasnya dalam melindungi masyarakat dari rasa tidak aman dan tidak nyaman, karena Manusia sebagai makhluk sosial  sangat  membutuhkan rasa aman, tenteram dan terlindungi. 

Terutama segala yang berkaitan dengan hubungan atau interaksi terhadap sesama masyarakat kota tangerang.

Negara sebagai payung tempat masyarakat berteduh wajib memberikan solusi  dan melindungi segala kepentingan masyarakat agar tidak mengganggu dan saling merugikan  antara yang satu dengan yang lainnya.

SUDAH SAATNYA BERTINDAK TEGAS UNTUK KEPENTINGAN MASYARAKAT KOTA TANGERANG.!!!

“PERINGATAN HARI MERDEKA BAGI BANGSA BERMENTAL TEMPE”

Jawa diduduki pada abad ke-16, Maluku pada abad ke-17, dan lambat laun Negeri Asing menguasai semua pulau-pulau kami. Bali akhirnya dikuasai pada tahun 1906.

Sambil mencengkeramkan kukunya, Kekuasaan Asing itu mengeruk kekayaan Kami, Mengikis Kepribadian Kami, dan Menindas Putra-Putri Bangsa yang besar, yang telah di kenal mampu melukis, memahat, mengarang musik, dan Menciptakan Tari selama Berabad-abad. Kami tidak lagi dikenal oleh dunia luar, Kecuali oleh Pemeras-pemeras dari Barat yang Mencari harta di Indonesia.

Akibat dari Imperialisme benar-benar Dahsyat. Orang-orang lelaki direnggut dari rumahnya dan di paksa menjadi budak di pulau-pulau sebrang, yang kekurangan tenaga manusia.
Kaum perempuan dipaksa bekerja di kebun nila dan harus terus bekerja keras, sekalipun mereka melahirkan selagi produksi berlangsung.

TEMPE adalah sejenis makanan yang lunak dan murah terbuat dari kacang kedele yang di beri ragi.
NEGERI TEMPE Berarti Negeri Lemah.
Seperti itulah kami jadinya.
Kami terus-menerus dikatakan sebagai bangsa yang memiliki otak seperti KAPAS.
KAMI menjadi PENGECUT, TAKUT, TUNDUK, JUGA TAKUT BERDIRI, karena apapun yang kami lakukan di anggap SALAH.

KAMI menjadi ORANG yang LEMBEK seperti AGAR-AGAR dengan NYALI KECIL.

KAMI LEMAH seperti KATAK dan LEMBUT seperti KAPUK.
Kami menjadi suatu bangsa yang hanya dapat berbicara Pelan, “YA,TUAN”

Sifat RENDAH DIRI ORANG INDONESIA itu tidak bisa hilang Sampai Sekarang.

Ini yang membuatku Agak MARAH Saat ini.

Hinaan yang terus menerus di Pompakan oleh bangsa Asing terhadap kelemahan kami, membuat kami meyakininya. Menyakini bahwa KAU bangsa yang HINA dan BODOH merupakan senjata dari penjajah.

Imperialisme adalah Kumpulan Kekuatan Jahat yang kasat mata dan Yang Tidak.

Saat ini Mental-Mental Penjajah itu mengalir di dalam Bangsa dan Generasi Bangsa Indonesia Sendiri, Saling melemahkan, Saling Menghina, Saling Menjatuhkan Bahkan Saling memeras darah saudara sebangsanya Sendiri.

Masa Ini adalah masa kegelapan bagi Negara Indonesia, karena Penjajahan Asing, Perampok Asing, hingga pelemahan Asing terhadap Negeri tercinta ini bukan hanya oleh bangsa Asing tapi oleh Generasi Bangsa yang BERMENTAL TEMPE, PECUNDANG dan BERNYALI KECIL.

Di Momen HUT RI Ke-71 Tahun Ini Negara Kita di Ambang KEHANCURAN & MUSNAH.

Mental dan Jiwa Para Pemimpin dan Penghuninya dalam Keadaan LEMAH & SAKIT.

MARILAH BERSAMA-SAMA BANGKIT, MERAPATKAN BARISAN DAN MAJU MELAWAN IMPERIALISME DAN KOLONIALISME DALAM BENTUK APAPUN, SERTA BANGUN BANGSA INI DENGAN KEBERANIAN UNTUK TIDAK MENJADI PEMALAS, PECUNDANG & BERNYALI KECIL SERTA BERWATAK PENJAJAH.

Walaupun Kita Bangsa Tempe, Tapi Kita TIDAK Bermental Tempe.!!!

(Ardhi Morsse, 12 Agustus 2016)

Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan nanti akan Tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada kolam ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi.

Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di sana dengansegala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek.

Sebagai penajag surau, Kakek tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari sedekah yang dipungutnya sekali se-Jumat. Sekali enam bulan ia mendapat seperempat dari hasil pemungutan ikan mas dari kolam itu. Dan sekali setahun orang-orang mengantarkan fitrah Id kepadanya. Tapi sebagai garin ia tak begitu dikenal. Ia lebih di kenal sebagai pengasah pisau. Karena ia begitu mahir dengan pekerjaannya itu. Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia tak pernah minta imbalan apa-apa. Orang-orang perempuan yang minta tolong mengasahkan pisau atau gunting, memberinya sambal sebagai imbalan. Orang laki-laki yang minta tolong, memberinya imbalan rokok, kadang-kadang uang. Tapi yang paling sering diterimanya ialah ucapan terima kasih dan sedikit senyum.

Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya. Hingga anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan segala apa yang disukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti papan dinding atau lantai di malam hari.

Jika Tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya. Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak di jaga lagi. Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya. Beginilah kisahnya.

Sekali hari aku datang pula mengupah Kakek. Biasanya Kakek gembira menerimaku, karena aku suka memberinya uang. Tapi sekali ini Kakek begitu muram. Di sudut benar ia duduk dengan lututnya menegak menopang tangan dan dagunya. Pandangannya sayu ke depan, seolah-olah ada sesuatu yang yang mengamuk pikirannya. Sebuah belek susu yang berisi minyak kelapa, sebuah asahan halus, kulit sol panjang, dan pisau cukur tua berserakan di sekitar kaki Kakek. Tidak pernah aku melihat Kakek begitu durja dan belum pernah salamku tak disahutinya seperti saat itu. Kemudian aku duduk disampingnya dan aku jamah pisau itu. Dan aku tanya Kakek,

“Pisau siapa, Kek?”

“Ajo Sidi.”

“Ajo Sidi?”

Kakek tak menyahut. Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan aku ingin ketemu dia lagi. Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa mengikat orang-orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang terjadi karena ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, sukses terbesar baginya ialah karena semua pelaku-pelaku yang diceritakannya menjadi model orang untuk diejek dan ceritanya menjadi pameo akhirnya. Ada-ada saja orang-orang di sekitar kampungku yang cocok dengan watak pelaku-pelaku ceritanya.

Ketika sekali ia menceritakan bagaimana sifat seekor katak, dan kebetulan ada pula seorang yang ketagihan menjadi pemimpin berkelakuan seperti katak itu, maka untuk selanjutnya pimpinan tersebut kami sebut pimpinan katak.

Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatang Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi telah membuat bualan tentang Kakek? Dan bualan itukah yang mendurjakan Kakek? Aku ingin tahu. Lalu aku tanya Kakek lagi. “Apa ceritanya, Kek?”

“Siapa?”

“Ajo Sidi.”

“Kurang ajar dia,” Kakek menjawab.

“Kenapa?”

“Mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasah tajam-tajam ini, menggoroh tenggorokannya.”

“Kakek marah?”

“Marah? Ya, kalau aku masih muda, tapi aku sudah tua. Orang tua menahan ragam. Sudah lama aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau imanku rusak karenanya, ibadatku rusak karenanya. Sudah begitu lama aku berbuat baik, beribadat, bertawakal kepada Tuhan. Sudah begitu lama aku menyerahkan diri kepada-Nya. Dan Tuhan akan mengasihi orang yang sabar dan tawakal.”

Ingin tahuku dengan cerita Ajo Sidi yang memurungkan Kakek jadi memuncak. Aku tanya lagi Kakek,

“Bagaimana katanya, Kek?”

Tapi Kakek diam saja. Berat hatinya bercerita barangkali. Karena aku telah berulang-ulang bertanya, lalu ia yang bertanya padaku, “Kau kenal padaku, bukan?

Sedari kau kecil aku sudah disini. Sedari mudaku, bukan? Kau tahu apa yang kulakukan semua, bukan? Terkutukkah
 perbuatanku? Dikutuki Tuhankah semua pekerjaanku?”

Tapi aku tak perlu menjawabnya lagi. Sebab aku tahu, kalau Kakek sudah membuka mulutnya, dia takkan diam lagi. Aku biarkan Kakek dengan pertanyaannya sendiri.

“Sedari muda aku di sini, bukan? Tak kuingat punya isteri, punya anak, punya keluarga seperti orang lain, tahu?

Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, kuserahkan kepada Allah Subhanahu wataala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya. Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka. Marahkah Tuhan kalau itu yang kulakukan, sangkamu?

Akan dikutukinya aku kalau selama hidupku aku mengabdi kepada-Nya? Tak kupikirkan hari esokku, karena aku yakin Tuhan itu ada dan pengasih dan penyayang kepada umatnya yang tawakal. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul beduk membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepada-Nya. Aku sembahyang setiap waktu. Aku puji-puji Dia. Aku baca Kitab-Nya.
 Alhamdulillah kataku bila aku menerima karunia-Nya. Astagfirullah kataku bila aku terkejut.Masya Allah kataku bila aku kagum. Apa salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk.”

Ketika Kakek terdiam agak lama, aku menyelakan tanyaku, “Ia katakan Kakek begitu, Kek?”

“Ia tak mengatakan aku terkutuk. Tapi begitulah kira-kiranya.”

Dan aku melihat mata Kakek berlinang. Aku jadi belas kepadanya. Dalam hatiku aku mengumpati Ajo Sidi yang begitu memukuli hati Kakek. Dan ingin tahuku menjadikan aku nyinyir bertanya. Dan akhirnya Kakek bercerita lagi.

“Pada suatu waktu, ‘kata Ajo Sidi memulai, ‘di akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang. Para malaikat bertugas di samping-Nya. Di tangan mereka tergenggam daftar dosa dan pahala manusia. Begitu banyak orang yang diperiksa. Maklumlah dimana-mana ada perang. Dan di antara orang-orang yang diperiksa itu ada seirang yang di dunia di namai Haji Saleh. Haji Saleh itu tersenyum-senyum saja, karena ia sudah begitu yakin akan di masukkan ke dalam surga. Kedua tangannya ditopangkan di pinggang sambil membusungkan dada dan menekurkan kepala ke kuduk. Ketika dilihatnya orang-orang yang masuk neraka, bibirnya menyunggingkan senyum ejekan.

Dan ketika ia melihat orang yang masuk ke surga, ia melambaikan tangannya, seolah hendak mengatakan ‘selamat ketemu nanti’. Bagai tak habishabisnya orang yang berantri begitu panjangnya. Susut di muka, bertambah yang di belakang. Dan Tuhan memeriksa dengan segala sifat-Nya.

Akhirnya sampailah giliran Haji Saleh. Sambil tersenyum bangga ia menyembah Tuhan. Lalu
 Tuhan mengajukan pertanyaan pertama.

‘Engkau?’

‘Aku Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh namaku.’

‘Aku tidak tanya nama. Nama bagiku, tak perlu. Nama hanya buat engkau di dunia.’

‘Ya, Tuhanku.’

‘apa kerjamu di dunia?’

‘Aku menyembah Engkau selalu, Tuhanku.’

‘Lain?’

‘Setiap hari, setiap malam. Bahkan setiap masa aku menyebut-nyebut nama-Mu.’

‘Lain.’

‘Ya, Tuhanku, tak ada pekerjaanku selain daripada beribadat menyembah-Mu, menyebut-nyebut nama-Mu. Bahkan dalam kasih-Mu, ketika aku sakit, nama-Mu menjadi buah bibirku juga. Dan aku selalu berdoa, mendoakan kemurahan hati-Mu untuk menginsafkan umat-Mu.’

‘Lain?’

Haji Saleh tak dapat menjawab lagi. Ia telah menceritakan segala yang ia kerjakan. Tapi ia insaf, pertanyaan Tuhan bukan asal bertanya saja, tentu ada lagi yang belum di katakannya. Tapi menurut pendapatnya, ia telah menceritakan segalanya. Ia tak tahu lagi apa yang harus dikatakannya. Ia termenung dan menekurkan kepalanya. Api neraka tiba-tiba menghawakan kehangatannya ke tubuh Haji Saleh. Dan ia menangis. Tapi setiap air matanya mengalir, diisap kering oleh hawa panas neraka itu.

‘Lain lagi?’ tanya Tuhan.

‘Sudah hamba-Mu ceritakan semuanya, o, Tuhan yang Mahabesar, lagi Pengasih dan Penyayang, Adil dan Mahatahu.’ Haji Saleh yang sudah kuyu mencobakan siasat merendahkan diri dan memuji Tuhan dengan pengharapan semoga Tuhan bisa berbuat lembut terhadapnya dan tidak salah tanya kepadanya.

Tapi Tuhan bertanya lagi: ‘Tak ada lagi?’

‘O, o, ooo, anu Tuhanku. Aku selalu membaca Kitab-Mu.’

‘Lain?’

‘Sudah kuceritakan semuanya, o, Tuhanku. Tapi kalau ada yang lupa aku katakan, aku pun bersyukur karena Engkaulah Mahatahu.’

‘Sungguh tidak ada lagi yang kaukerjakan di dunia selain yang kauceritakan tadi?’

‘Ya, itulah semuanya, Tuhanku.’

‘Masuk kamu.’

Dan malaikat dengan sigapnya menjewer Haji Saleh ke neraka. Haji Saleh tidak mengerti kenapa ia di bawa ke neraka. Ia tak mengerti apa yang di kehendaki Tuhan daripadanya dan ia percaya Tuhan tidak silap.

Alangkah tercengang Haji Saleh, karena di neraka itu banyak teman-temannya di dunia terpanggang hangus, merintih kesakitan. Dan ia tambah tak mengerti dengan keadaan dirinya, karena semua orang yang dilihatnya di neraka itu tak kurang ibadatnya dari dia sendiri. Bahkan ada salah seorang yang telah sampai empat belas kali ke Mekah dan bergelar syekh pula. Lalu Haji Saleh mendekati mereka, dan bertanya kenapa mereka dinerakakan semuanya. Tapi sebagaimana Haji Saleh, orang-orang itu pun, tak mengerti juga.

‘Bagaimana Tuhan kita ini?’ kata Haji Saleh kemudian, ‘Bukankah kita di suruh-Nya taat beribadat, teguh beriman? Dan itu semua sudah kita kerjakan selama hidup kita. Tapi kini kita dimasukkan-Nya ke neraka.’

‘Ya, kami juga heran. Tengoklah itu orang-orang senegeri dengan kita semua, dan tak kurang ketaatannya beribadat,’ kata salah seorang diantaranya.

‘Ini sungguh tidak adil.’

‘Memang tidak adil,’ kata orang-orang itu mengulangi ucapan Haji Saleh.

‘Kalau begitu, kita harus minta kesaksian atas kesalahan kita.’

‘Kita harus mengingatkan Tuhan, kalau-kalau Ia silap memasukkan kita ke neraka ini.’

‘Benar. Benar. Benar.’ Sorakan yang lain membenarkan Haji Saleh.

‘Kalau Tuhan tak mau mengakui kesilapan-Nya, bagaimana?’ suatu suara melengking di dalam kelompok orang banyak itu.

‘Kita protes. Kita resolusikan,’ kata Haji Saleh.

‘Apa kita revolusikan juga?’ tanya suara yang lain, yang rupanya di dunia menjadi pemimpin gerakan revolusioner.

‘Itu tergantung kepada keadaan,’ kata Haji Saleh. ‘Yang penting sekarang, mari kita berdemonstrasi menghadap Tuhan.’

‘Cocok sekali. Di dunia dulu dengan demonstrasi saja, banyak yang kita perolah,’ sebuah suara menyela.

‘Setuju. Setuju. Setuju.’ Mereka bersorak beramai-ramai.

Lalu mereka berangkatlah bersama-sama menghadap Tuhan.

Dan Tuhan bertanya, ‘Kalian mau apa?’

Haji Saleh yang menjadi pemimpin dan juru bicara tampil ke depan. Dan dengan suara yang menggeletar dan berirama rendah, ia memulai pidatonya: ‘O, Tuhan kami yang Mahabesar. Kami yang menghadap-Mu ini adalah umat-Mu yang paling taat beribadat, yang paling taat menyembahmu. Kamilah orang-orang yang selalu menyebut nama-Mu, memuji-muji kebesaran- Mu,mempropagandakan keadilan-Mu, dan lain-lainnya. Kitab-Mu kami hafal di luar kepala kami.Tak sesat sedikitpun kami membacanya. Akan tetapi, Tuhanku yang Mahakuasa setelah kami Engkau panggil kemari, Engkau memasukkan kami ke neraka. Maka sebelum terjadi hal-hal yang tak diingini, maka di sini, atas nama orang-orang yang cinta pada-Mu, kami menuntut agar hukuman yang Kaujatuhkan kepada kami ke surga sebagaimana yang Engkau janjikan dalam Kitab-Mu.’

‘Kalian di dunia tinggal di mana?’ tanya Tuhan.

‘Kami ini adalah umat-Mu yang tinggal di Indonesia, Tuhanku.’

‘O, di negeri yang tanahnya subur itu?’

‘Ya, benarlah itu, Tuhanku.’

‘Tanahnya yang mahakaya raya, penuh oleh logam, minyak, dan berbagai bahan tambang lainnya,
 bukan?’

‘Benar. Benar. Benar. Tuhan kami. Itulah negeri kami.’ Mereka mulai menjawab serentak. Karena fajar kegembiraan telah membayang di wajahnya kembali. Dan yakinlah mereka sekarang, bahwa Tuhan telah silap menjatuhkan hukuman kepada mereka itu.

‘Di negeri mana tanahnya begitu subur, sehingga tanaman tumbuh tanpa di tanam?’

‘Benar. Benar. Benar. Itulah negeri kami.’

‘Di negeri, di mana penduduknya sendiri melarat?’

‘Ya. Ya. Ya. Itulah dia negeri kami.’

‘Negeri yang lama diperbudak negeri lain?’

‘Ya, Tuhanku. Sungguh laknat penjajah itu, Tuhanku.’

‘Dan hasil tanahmu, mereka yang mengeruknya, dan diangkut ke negerinya, bukan?’

‘Benar, Tuhanku. Hingga kami tak mendapat apa-apa lagi. Sungguh laknat mereka itu.’

‘Di negeri yang selalu kacau itu, hingga kamu dengan kamu selalu berkelahi, sedang hasil tanahmu orang lain juga yang mengambilnya, bukan?’

‘Benar, Tuhanku. Tapi bagi kami soal harta benda itu kami tak mau tahu. Yang penting bagi kami ialah menyembah dan memuji Engkau.’

‘Engkau rela tetap melarat, bukan?’

‘Benar. Kami rela sekali, Tuhanku.’

‘Karena keralaanmu itu, anak cucumu tetap juga melarat, bukan?’

‘Sungguhpun anak cucu kami itu melarat, tapi mereka semua pintar mengaji. Kitab-Mu mereka hafal di luar kepala.’

‘Tapi seperti kamu juga, apa yang disebutnya tidak di masukkan ke hatinya, bukan?’

‘Ada, Tuhanku.’

‘Kalau ada, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua. Sedang harta bendamu kaubiarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal kalau engkau miskin. Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk di sembah saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk neraka. hai, Malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di keraknya!”

Semua menjadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa jalan yang diridai Allah di dunia. Tapi Haji Saleh ingin juga kepastian apakah yang akan di kerjakannya di dunia itu salah atau benar. Tapi ia tak berani bertanya kepada Tuhan. Ia bertanya saja pada
 malaikat yang menggiring mereka itu.

‘Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami, menyembah Tuhan di dunia?’ tanya Haji Saleh. ‘Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat sembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak isterimu sendiri, sehingga mereka itu kucar-kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak mempedulikan mereka sedikit pun.’

Demikianlah cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan Kakek. Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak pergi menjenguk.

“Siapa yang meninggal?” tanyaku kagut.

“Kakek.”

“Kakek?”

“Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur.”

“Astaga! Ajo Sidi punya gara-gara,” kataku seraya cepat-cepat meninggalkan istriku yang tercengang-cengang.

Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa dengan istrinya saja. Lalu aku tanya dia.

“Ia sudah pergi,” jawab istri Ajo Sidi.

“Tidak ia tahu Kakek meninggal?”

“Sudah. Dan ia meninggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat Kakek tujuh lapis.”

“Dan sekarang,” tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikit pun bertanggung jawab, “dan sekarang kemana dia?”

“Kerja.”

“Kerja?” tanyaku mengulangi hampa.

“Ya, dia pergi kerja.”

—the end—

(CERPEN KARYA H. ALI AKBAR NAVIS)

 

Gerakan Intelektual Islam dari Sang Reformis

Di Hari Libur, Sangat indah menikmati waktu istirahat Bersama segelas kopi hitam dan sebatang rokok yang baru saja ku bakar, dan hal inilah yang dapat membuatku Menghayalkan sebuah Kisah Perjuangan Hidup, , ,

Begini Kisahnya,,,

“Di zaman dahulu kala terdapatlah makhluk yang bernama KEBUDAYAAN BARAT.
Pada masa itu tak ada barang di muka bumi ini yang dikutuk orang melebihi kebudayaan barat sehingga ia dianggap sedikit saja lebih baik dari ANJING KURAP.Kesatria Salib
Pada masa itu pula tak ada sesuatu pun dalam kehidupan yang DIPUJA orang melebihi KEBUDAYAAN BARAT sehingga TERKADANG IA MELEBIHI TUHAN.”

Kaum Muslim pada waktu itu sedang mencapai puncak semangatnya untuk memperjuangkan agamanya, menemukan identitas dan bentukan kebudayaannya sendiri, Maka dipandanglah KEBUDAYAAN BARAT itu oleh mereka Dengan Penuh Rasa Najis, serta Dipakailah Barang-Barang Kebudayaan Barat itu Dengan Penuh Rasa Sayang Dan Kebanggan.

Pada waktu itu Kaum Muslim mempertentangkan ISLAM dengan KEBUDAYAAN BARAT seperti Mempertentangkan Cahaya dengan Kegelapan atau Malaikat dengan Setan.

Padahal sampai batas tertentu, para pelaku KEBUDAYAAN BARAT itu sendirilah yang dengan ketekunan amat tinggi MELAKSANAKAN AJARAN ISLAM.

Tak ada yang melebihi mereka dalam melaksanakan kewajiban IQRA’, meskipun kemudian disusul oleh sebagian bangsa-bangsa tetangganya.

Tak ada yang melebihi mereka dalam kesungguhan Menggali Rahasia Ilmu dan Mengungkap Kemampuan-Kemampuan Alam. Para Raja & Ratu Kebudayaan Barat dan KesatrianyaMereka telah membawa seluruh umat manusia memasuki keajaiban demi keajaiban. Mereka mengantarkan manusia untuk mencapai jarak tertentu dalam waktu satu jam sesudah pada abad sebelumnya mereka memerlukan perjalanan berbulan-bulan lamanya. Mereka mempersembahkan kepada telinga dan mata manusia berita dan pemandangan dari balik dunia yang berlangsung saat itu juga. Mereka telah memberi suluh kepada pengetahuan manusia untuk mengetahui yang lebih besar dari galaksi serta yang sejuta kali lebih lembut dari debu.

Akhirnya timbul sebuah Pertanyaan,,,

“Apakah Mereka Dimuliakan Allah ?,”Memerangi Indonesia

Jawabanya pasti “Benar”,,,

Namun, Apabila mereka meletakkan hasil IQRA’ itu di dalam kerangka Bismi Rabbika-Lladzi Khalaq, & Seandainya saja mereka mempersembahkan ilmu dan teknologi itu untuk menciptakan tata hidup yang menyembah Allah, Serta Seandainya saja Mereka merekayasa kedahsyatan itu tidak untuk penekanan dalam Politik, Pemerasan Dalam Ekonomi, Sakit Jiwa Dalam Kebudayaan, serta Kemudian Kebuntuan Dan Keterpencilan Dalam Peradaban.”

“Jadi, rupanya Apa yang mereka lakukan?”

Hasil dari fakta yang ada, perangMereka Memelihara peperangan, mendirikan berhala yang tak mereka ketahui sebagai berhala, menumpuk barang-barang yang sesungguhnya tak mereka perlukan, pura-pura menyembah tuhan dan bersenggama dengan binatang.”

“Anjing Kurap,,,!!!” Demikian sebagian dari Kaum Muslim, memaki-maki Mereka, tapi kebanyakan dari Kaum Muslim itu bergabung menjadi pelaku dari pembangunan yang mengarah kepada kebudayaan yang semacam itu.”

Mereka Itulah yang saat ini sering kita disebut “Munafik !!!”sex bebas

Tidak jauh berbeda bahwa seperti kita inilah sebagian dari Kaum Muslim di masa itu. Dari sekian cakrawala ilmu anugerah Allah Kita hanya mengembangkan satu saja, yakni Kemampuan Untuk Mengutuk Dan Menghardik.

“Tetapi kemudian karena tak ada sesuatu pun yang berubah oleh kutukan dan hardikan, maka para kaum muslimin itupun pergi memencilkan diri:

Melarikan diri ke dalam hutan sunyi, mendirikan kampung-kampung sendiri – di pelosok belantara atau di dalam relung kejiwaan mereka sendiri.

Mereka menjadi bala tentara yang lari terbirit-birit meninggalkan medan untuk menciptakan dunianya sendiri.

Mereka ini mungkin kita pandang Kerdil,

tetapi sesungguhnya itu masih lebih baik dibandingkan kebanyakan orang lain yang selalu berteriak sinis ‘Kalian sok suci!’ atau ‘Kami tak mau munafik!’

Sementara yang mereka lakukan sungguh-sungguh adalah Kekufuran Perilaku Dan Pilihan.penjajah

Namun demikian tetaplah Allah Mahabesar dan Maha adil, karena tetap pula di antara kedua kaum itu dikehendakiNya hamba-hamba yang mencoba Merintis Perlawanan di tengah medan perang.

Mereka menatap ketertinggalan mereka dengan mata jernih.

Mereka Ber-IQRA’, Membaca Keadaan, Menggali dan Mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Kesanggupan Mengolah Sejarah, sambil diletakkannya semua itu dalam Bismi Rabbi. Ilmu Ditimba Dengan Kesadaran Dan Ketakjuban Ilahiah. Teknologi Ditaruh Sebagai Batu-Bata Kebudayaan Yang Bersujud Kepada Allah.”

buku-jendela-dunia“Maka lahirlah makhluk baru di dalam diri Kaum Muslim, yaitu “Gerakan intelektual. Orang dari luar menyebutnya Intelektualisme-Transendental, Intelektualisme-Religius, atau GERAKAN INTELEKTUAL ISLAM meskipun Kaum Muslim sendiri menyebutnya Gerakan Intelektual  itu saja – sebab Intelektualitas dan Intelektualisme Islam pastilah Religius dan Transendental.

“Itu IQRA’ namanya. Gerakan IQRA’, yang ketika sesudah dilakukan oleh Muhammad dan kemudian para ilmuwan Islam, Akhirnya kita ketahui Menjadi Sumber Pengembangan KEBUDAYAAN BARAT.”Buku Jendela Dunia copy

“Akan tetapi mereka, Kaum Muslim itu, – kata Tuhan – adalah orang-orang yang berselimut. Mudatstsirun.

Orang-orang yang hidupnya diselimuti oleh berbagai kekuatan tak Bismi Rabbi dari luar dan dari dalam diri mereka sendiri.

Selimut itu membuat tubuh mereka terbungkus dan tak leluasa, membuat kaki dan tangan mereka sukar bergerak, serta membuat hidung mereka tak bisa bernafas dengan lega.”

“Kepada manusia dalam keadaan terselimut itulah Allah berfirman QUM! Berdirilah.
Tegaklah. Mandirilah. Lepaskan diri dari ketergantungan dan ketertindihan.
Untuk tiba ke tahap mandiri, seseorang harus keluar terlebih dahulu dari selimut. Ia tak akan bisa berdiri sendiri bila terus saja membiarkan diri terbungkus kaki tangannya serta terbungkam mulutnya.”

LawanFirman berikutnya adalah Fa-Andzir! Berilah Peringatan. Lontarkan Kritik, Teguran, Saran, Anjuran. Ciptakan kekuatan untuk mengontrol segala sesuatu yang wajib dikontrol.Kita

Tapi Harus Ingat…!!! Syarat untuk sanggup memberi peringatan ialah Kemampuan Untuk MANDIRI. Syarat Untuk Mandiri ialah Terlebih Dahulu Keluar Dari Selimut.
Namun pada masa itu, betapa banyak nenek moyang kita yang tak memperhatikan syarat ini. Mereka melawan kekuasaan padahal belum bisa berdiri tegak. Mereka mencoba berdiri padahal masih terbungkus dalam selimut … “.

============================================>>>>>>>>
Tanpa aku sadari Aku tertawa sendiri dan menghisap Rokok yang Apinya mati,,,!!!
Akhirnya aku Sadar kembali, Ternyata Kisah dalam renungan kesendirian ini adalah sebuah kisah yang berasal dari buku-buku kuliahku, yang baru saja aku baca tadi malam”  Hahahahahaha….hahahahhahaa….hahahaha…..                                                                  ***EAN***

Merenungkan Daulat Manusia tidak pernah tuntas.
Daulat manusia terbatas sekali oleh sifat alam dalam dirinya. Terutama sekali terbatas oleh kelahirannya.

Kalau lahir sebagai orang bawah, sebagai orang miskin, sebagai orang tanpa pendidikan, atau sebagai orang perempuan, sukar untuk meningkat keatas, karena tatanan masyarakat diatur seperti tatanan didalam alam: yang tikus tetap tikus, yang kucing tetap kucing, yang kambing tetap kambing, yang macan tetap macan.

Hanya para jagoan saja yang bisa menerobos tatanan masyarakat yang seperti itu. Misalnya Ken Arok, si anak jadah dan kriminal jalanan yang akhirnya bisa menjadi raja itu, atau Gajah Mada, tukang pukul yang akhirnya bisa menjadi mahapatih, atau Untung Surapati, seorang hamba sahaya yang bisa meningkat menjadi pahlawan atau jagoan, atau Ir. Soekarno, seorang anak guru yang bisa menjadi Presiden Indonesia yang pertama, atau orang-orang melarat yang bisa menjadi konglomerat.
Yang Kuat itu Adalah Yang Hebat
Oh ya, akhirnya banyak juga jagoan-jagoan dalam berbagai bidang bisa muncul.

Tetapi kejagoannyalah yang membuat ia mampu mendobrak tatanan hidup yang resmi, yang sebenarnya tidak banyak memberi hak kepada khalayak banyak untuk memperkembangkan Daulat Manusia mereka.

Para pemimpin bangsa kita, dari sejak zaman raja-raja dahulu kala, memang tidak pernah menaruh perhatian kepada pengembangan Daulat Manusia pada umumnya.

Saat Aristoteles, filsuf Yunani (384-322SM) menulis buku “Politica”, menerangkan hak rakyat untuk memilih pemimpin bangsanya, dan tidak membenarkan adanya tirani kekuasaan, para pemimpin bangsa kita masih hidup dalam kegelapan sejarah dan jelas tidak berminat pada filsafat.

Dan pada waktu Raja John dari Inggris mengesahkan Undang-Undang yang disebut orang sebagai Magna Carta, yaitu tahun 1215, raja mengakui kejelasan hak-hak bangsawan bawahannya dan juga hak-hak rakyat yang harus ia hormati dan tak mungkin ia langgar.

Jawa pada saat itu berada dalam pemerintahan Tunggul Ametung yang sebentar lagi akan digantikan oleh Ken Arok.
Kedua penguasa dari Jawa itu tak pernah memikirkan atau mengakui UU apapun. Sabda raja itulah UU bagi rakyat.

Sebagaimana dalam alam bahwa yang kuat itu yang menang. Maka tatanan masyarakat leluhur kita itupun berlandaskan kenyataan bahwa yang kuat itu yang benar (might is right). Dan yang terkuat dalam di dalam masyarakat tentunya raja.

Jadi sabda raja (dekrit raja atau Keppraj, yaitu keputusan raja) yang menjadi sumber kebenaran.

Tentu saja seorang raja Jawa tidak diperkenankan untuk sewenang-wenang.

Ia diharapkan untuk Ambeg Paramarta serta menghayati Hasta Brata.
Tetapi bila ternyata raja tidak memenuhi harapan itu, dan kejam seperti Amangkurat Tegalarum atau menjijikkan seperti Amngkurat II,
ya…. TIDAK ADA SANKSI APA-APA sebab Ia KUAT, Ia RAJA. ***EAN***

Manusia Indonesia adalah manusia tangguh, tidak peduli punya masa depan atau tidak.
Mereka berani hidup tanpa pekerjaan tetap, berani beranak pinak dengan pendapatan yang tidak masuk akal.
Berani menyerobot, menjegal, menjambret, dan mendengki seiring kesantunan dan kerajinan beribadah.
Bahagia Korupsi
Manusia Indonesia tidak jera ditangkap sebagai koruptor, tetapi berpikir besok harus lebih matang strategi korupsinya.
Mereka melakukan hal-hal melebihi saran setan dan ajaran iblis, pada saat yang sama bersikap melebihi Tuhan dan Nabi.

Manusia Indonesia mampu tertawa dalam kesengsaraan.

Bisa hidup stabil dalam ketidakjelasan nilai. Terserah mana yang baik atau buruk: Era Reformasi, Orba, atau Orla. Bung Karno, Pak Harto, Habibie, Gus Dur, atau Mega.
Baik-buruk tidak terlalu penting. Benar-salah itu tidak primer. Setan bisa dimalaikatkan dan malaikat pun bisa disetankan kalau menguntungkan.
Jangan tanya masa depan kepada mereka.

Bangsa Indonesia mampu membikin ”siapa tahu” dan ”kalau-kalau” menjadi makanan yang mengenyangkan perut dan menenangkan hati.

Sudah sangat lama hati rahasia bangsa Indonesia mengeluh kepada leluhurnya, sampai-sampai mereka membayangkan saat ini sedang berlangsung rekonsiliasi leluhur: dari Rakai Pikatan, Ajisaka, Bung Karno, Sunan Kalijaga, Gadjah Mada, hingga Gus Dur. Semua menangisi anak cucu yang galau berkepanjangan.

Bangsa Indonesia hampir mustahil menemukan calon pemimpin yang berani pasang badan, misalnya untuk nasionalisasi Freeport. Bahkan, menghadapi kasus seringan Century, bangsa kita tidak memiliki budaya politik kerakyatan untuk mendorongnya maju atau menarik mundur.

Yang rutin, bangsa Indonesia adalah ketua yang tidak berkuasa atas wakil-wakilnya.
Bagai makmum shalat yang tidak berdaulat untuk memilih imamnya.

Bangsa Indonesia hidup siang-malam dalam penyesalan, dalam kekecewaan atas diri sendiri, tetapi dicoba dihapus-hapus dari kesadaran pikiran dan hati karena mereka selalu tidak mampu mengelak untuk memasrahkan kebun buahnya pada rombongan monyet yang silih berganti.

Allah menciptakan Adam dengan menyatakan, ”Sesungguhnya Aku menciptakan khalifah di Bumi”.

Manusia dan bangsa Indonesia mengakui mereka gagal mengkhalifahi kehidupan.

Maka, mereka rindu, seakan-akan ingin mengulang dari awal, dengan sosok dan kepribadian yang mereka pikir sebagaimana di awal dulu.

Secara rahasia bangsa Indonesia berpikir bahwa ”bukan ini Indonesia”.

Maka bawah sadar mereka terbimbing untuk Nasionalisasi Indonesia. **EAN***

Bagaimana Nasib lulusan sarjarana di era sekarang?

DALAM prosesi wisuda sering dinyanyikan bermacam-macam lagu, dari “Indonesia Raya”, mars dan himne universitas, lagu nasional, hingga pop kontemporer sebagai suplemen.
Mahasiswa pun terhanyut karena bangga dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi (PT) di tengah kemerebakan komersialisasi pendidikan. Muncul pula keangkuhan karena menganggap dengan gelar S1 bakal gampang meraih segalanya. Mereka beranggapan, ijazah adalah ikon penghasil kehidupan.

Muncul angan-angan di hati seluruh sivitas akademika. Pihak kampus pun terlena dengan pesta besar dunia kampus.

Lebih ironis, andai jajaran rektorat berpikir ikut-ikutan dalam labirin “akad” S1. Padahal, saya membayangkan saat wisuda, paduan suara mahasiswa sebaiknya menyanyikan lagu “Sarjana Muda” karya Iwan Fals. Itu penting. Mengapa?

Tujuannya, agar mahasiswa merenung sejenak: selanjutnya hendak berlayar ke mana? Jajaran dan segenap sivitas akademika pun semsetinya bersikap realistis; tak terlena dalam euforia mahasiswa yang hendak diwisuda.

Sarjana yang diceritakan Iwan Fals dalam lagu “Sarjana Muda” merupakan renungan mendalam dan bermakna. Namun agaknya lagu hit yang dirilis tahun 1981 dalam album Sarjana Muda itu tergolong najis mughalladzah dinyanyikan saat wisuda karena liriknya berisi paradoks dan ironi.

Lumrahnya, sarjana yang pintar (diukur dengan IPK tinggi, lulus cepat atau tepat waktu) cepat pula terserap di dunia kerja.

Namun “Sarjana Muda” menggambarkan betapa sarjana pintar justru sulit memperoleh pekerjaan. Padahal, dia sudah berjalan gontai tak tentu arah, sambil menatap awan berarak dengan wajah murung. Jaket pun lusuh bercampur keringat dan debu jalanan.

Sang sarjana putus asa dan berkata, “Maaf, Ibu.” Sebab, dia merasa gagal membahagiakan sang ibu yang menyekolahkan bertahun-tahun (Iwan Fals, 1981).
Lirik itu jelas berbanding arah dengan suasana dalam prosesi wisuda.

Rektor dengan percaya diri maju ke podium, memberikan sambutan, pengarahan, lantas memimpin pengucapan ikrar alumni untuk selalu menjaga nama baik almamater.

Semua dikondisikan serbasempurna, seolah-olah setelah wisuda, para winisuda bisa langsung berkiprah di dunia praksis yang (konon) merupakan pengabdian pada bangsa dan negara.

Faktanya tidak demikian. Seusai diwisuda, mayoritas sarjana menambah angka penganggur terdidik dengan grafik berfluktuasi setiap tahun. Berdasar data Direktorat Pendidikan Tinggi 22 Maret 2010, sarjana (SI) yang menganggur Februari 2007 sebanyak 409.900 orang. Tahun 2008 bertambah jadi 626.200 orang.

Jika setiap tahun kenaikan rata-rata 216.300, Februari 2012 ada lebih dari sejuta penganggur terdidik. Itu belum ditambah lulusan diploma yang menganggur. Dalam rentang waktu 2007-2010 saja tercatat peningkatan 519.900 orang atau naik sekitar 57%.
Pragmatis Itu semua erat berkait dengan kampus. Tentu perguruan tinggi menginginkan lulusan berkualitas, tak latah pada sisi jumlah. Namun, selain ketidaktahuan tentang sistem pendidikan selama ini asimetris dengan paradigma dunia kerja, kampus juga setengah hati memfasilitasi alumnus. Setelah mengobral, memperoleh untung, berkuranglah tanggung jawab PT.

Beberapa kampus memang membentuk study advisory centre (SAC), semacam badan yang mengurusi dunia kerja dan membuka jaringan antara perusahaan, kampus, dan alumnus. Namun kebanyakan fasilitas itu sekadar formalitas.

Kondisi itu membuat kampus berkesan “lepas tangan” atas nasib alumnus.

F Budi Hardiman dalam buku Memahami Negativitas (2005), mengutip sastrawan Bulgaria pemenang Nobel tahun 1981, Elias Canetti, mengajukan deskripsi untuk memahami makna ketakbermaknaan feses (kotoran manusia).

Kita tak ingin melihat benda yang pernah jadi bagian dari diri kita itu. Relasi antara sarjana yang tak beruntung dan PT layaknya manusia dan feses. Pada awal penerimaan mahasiswa baru, banyak PT bersemangat mempromosikan diri agar diminati calon mahasiswa.

Jika jalur penerimaan resmi (SNMPTN, PMDK) ditutup, mereka pun berinovasi untuk merekrut mahasiswa baru, dari seleksi lokal tahap I, II, III, atau bahkan IV. PT bernafsu menerima sebanyak mungkin mahasiswa.

Kemunculan berbagai cara yang mengarah ke pelanggaran etika akademik untuk memenangi persaingan itu menunjukkan, pendidikan kini cenderung jadi ajang bisnis. Akibat terlalu gampang menerapkan sistem input, proses “metabolisme” di PT berjalan tak sempurna. Dan, akhirnya banyak yang terbuang.

Karena itu, ucapan Iwan Fals, “Engkau sarjana muda, lelah mencari kerja/Sia-sia ijazahmu/Empat tahun lamanya bergelut dengan bukuÖ”, tak ubahnya kotoran dari industri pendidikan yang tak hendak lagi dilihat oleh PT yang meluluskan karena dianggap tak berguna.

Padahal “sekotor” apa pun, sarjana tak beruntung itu pernah jadi bagian dalam proses “metabolisme” di perut industri pendidikan tinggi. Bagaimana, kelak, nasib sarjana?

Semoga menjadi kisah inspiratif bagi lulusan baru seperti saya dan mungkin rekan sejawat yang masih mengadu nasib di dunia kerja…..

Semangat berjuang amien..

Sumber :

http://muda.kompasiana.com/2011/11/02/mahasiswa-wisuda-dan-pengangguran/

MERDEKA 100% INDONESIAKU

Posted: September 24, 2012 in Renungan Sang Pembaharu
*Catatan ini sebagai Pintu gerbang Menjelang bulan Oktober yang didalamnya terdapat hari yang bersejarah bagi Pemuda Indonesia.

***********************************************************************************

      Suatu pagi seorang mahasiswa datang kekampus menghadap ke pembimbingnya seorang Profesor untuk melakukan bimbingan dalam menyelsaikan penelitiannya sebagai bahan tesis untuk meraih gelar S.2 (Strata dua).

Sebelum bimbingan dimulai sang Profesor tersebut memberikan suatu amanah sekaligus sebagai saran yang sangat mengejutkan bagi mahasiswa itu, karena Amanahnya berisi sebuah tanggung jawab yang tidak semua orang mampu melakukannya.

Dan sang Profesor memulai berkata:

“Kau harus berpikir untuk memperbaiki Negrimu dan Negri kita ini. Negri yang sangat kita cintai dan sebagai masa depan serta harapan bangsa ini.

  . Ingatkan para pengambil kebijakan untuk tidak menjilat Amerika, dan tidak menjilat Negara manapun.

Kita lihat negara kita yang bernama Indonesia ini adalah sebuah Negara yang sangat besar dan berada di antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia.

Kekayaan Negara kita ini sungguh Luar biasa. Seharusnya sudah menjadi Macan Asia.

Dari segi modal dan fasilitas yang diberikan Tuhan kepada Negri yang kita banggakan ini, jika di ibaratkan, Negri kita ini kelas hotel bintang lima lebih.

Tetapi karena Bangsa dan Pemimpin kita tidak mampu mengurusnya, jadinya seperti kelas bintang melati yang memprihatinkan.

Dan yang sangat memprihatinkan lagi ada banyak wakil rakyat kita adalah Mafia Besar yang bisanya hanya menghambur – hamburkan uang rakyat demi kepentingan Nafsu pribadi, golongan serta partainya. Di depan publik dia dikenal sebagai Pejabat dan wajah Mafianya ditutupi topeng Dewa penyelamat.

Tapi sebenranya dia adalah kepala Mafia. Dia memiliki banyak perusahaan, dan perusahaannya itu ia jalankan dengan cara Mafia. Dan sangat mudah bagi dia MENGERUK UANG NEGARA dengan cara yang kelihatannya LEBIH LEGAL, tapi SEBENARNYA ILEGAL. Itu aku ketahui dari hasil penelitiaanku dan beberapa Mahasiswaku yang saat ini berada di gedung Mafia itu. Mereka disana sebagai Jurnalis yang harus menutupi Kebobrokan Wakil Rakyatnya, apabila mereka memberikan informasi tentang kejahatan Mafia itu yang sebenranya kepada publik, sudah pasti hidup mereka di Negri tempat lahirnya ini tidak akan lama.”

“Kau tahu tidak, Muridku, Bahwa Jepang sangat bergantung kepada Negri kita ini, INDONESIA?

Bahkan saking bergantungnya dengan Negri kita ini, sampai-sampai jika Negri kita terancam stabilitasnya, atau bahasa kasarnya, kalau sampai Indonesia ini diserang Negara lain, prediksiku dari data yang kukumpulkan, jepanglah yang pertama kali akan membela Indonesia sama seperti membela Bangsa dan Tanah Airnya dan akan dikerahkan semua kemampuanya untuk melindungi Negara Indonesia ini.” Kata Profesor kepada Mahasiswa sebagai Murid yang dibimbingnya.

“Kenapa bisa begitu Profesor?,”

“Bodoh sekali kau ini ! Kan tadi sudah aku katakan jepang sangat bergantung kepada INDONESIA, Jika Negara Indonesia yang kita diami sejak nenek moyang kita ini Chaos, Maka Perekonomiannya akan ambruk, dan orang-orang jepang tidak akan bisa makan, mereka akan mati dalam keadaan kelaparan. Indonesialah yang menghidupi industri jepang.

Bahan-bahan baku industri jepang paling besar di datangkan dari indonesia. Batu bara, biji besi, tembaga, nikel, semua dari Indonesia. Dan hasil industri jepang paling besar dibuang di Indonesia.

Coba kau hitung berapa kendaraan roda dua setiap harinya dibeli orang Indonesia dari jepang ?. Belum kulkas, mesin cuci, televisi, telpon dan pralatan elektronik lainnya. INDONESIA ADALAH TEMPAT JEPANG MENGERUK UANG, juga tempat NEGARA KAPITALIS LAINYA MENGAMBIL KEUNTUNGAN. Dua ratus empat puluh lima juta adalah pasar yang sangat besar. SEKALI LAGI SANGAT BESAR. Sudah paham?.”

“Sudah Profesor”

“Bagus. Itulah amanahku sekaligus saranku sebgai pembimbing penelitian tesismu dan juga itu adalah tanggung jawabmu dalam menjalankan kewajibaan sebagai seorang Mahasiswa sekaligus seorang Agent Perubahan.

Selamat menjalankan penelitian, dan semoga hasil penelitianmu dapat bermanfaat untuk Almamater, Negara dan Bangsamu.”

“Terimaksih Profesor, Semoga Amanah dan Saran-saran Profesor itu dapat Menjadi Motivasi saya dan teman-teman Mahasiswa serta Pemuda Indonesia dalam mewujudkan harapan Bangsa dan Negara yang kita cintai ini,” kata Mahasiswa tersebut.

Dengan penuh semangat sang Profesor menggenggam tangan kirinya ke atas dan berteriak dengan lantang “MERDEKA”.

Mahasiswanyapun membalas dengan lebih semangat dan berteriak “MERDEKA 100% INDONESIAKU.”

By : Ardhi Morsse

Terinspirasi dari :
Karya tangan emas anak bangsa yaitu kang Abik Novelis no. 1 Indonesia dalam karangannya yang berjudul “Bumi Cinta” .
Tulisan yang berjudul “GERPOLEK” dari Tokoh Pejuang Nasional yang terlupakan, beliau adalah Tan Malaka.