Puisi Kehidupan

Aku bersujud

ya Allah

kekalkan cinta kami di dunia dan akhirat

ya Allah

masukkan kami ke dalam surga firdaus-Mu

agar kami dapat terus bercinta selama-lamanya

ya Alah

berikan sentuhan cinta-Mu  yang agung

tiada kuasa aku berbuat

kecuali bersujud kepada-Mu

Illahi, setiap  kali bila kurenungkan kemurahan-Mu

yang begitu sederhana mendalam

akupun tergugu

dan membulatkan sembahku pada-Mu
Asa

pada-Mu

kutitipkan secuil  asa

kau berikan selaksa bahagia

pada-Mu

kuharapkan setetes embun cinta

kau limpahkan samudera cinta

 

Bidadarriku

namamu tak terukir

dalam catatan harianku

asal usulmu  tak hadir

dalam diskusi kehidupanku

wajah wujudmu tak terlukis

dalam sketsa mimpi-mimpiku

indah suaramu tak terekam

dalam pita batinku

namun kau hidup mengaliri

pori-pori cinta dan semangatku

sebab

kau adalah hadiah agung

dari Tuhan

untukku

bidadariku

 

 Mata Bundaku

selalu saja kurindu

abad-abad terus berlalu

berjuta kali berganti baju

nun jauh di sana mata bening menatap haru

penuh rindu

mata bundaku

yang selalu kurindu

 

Lumpur hitam

aku adalah lumpur hitam

yang mendebu

menempel di sandal dan sepatu

hinggap di atas aspal

terguyur hujan

terpelanting

masuk comberan

siapa sudi memandang

atau megulurkan tangan?

tanpa uluran tangan Tuhan

aku adalah lumpur hitam

yang malang

 

Lesu

rinai tangis dalam hatiku

bagai hujan di kota

apa gerangan makna lesu

yang menyusup masuk kalbuku?

 

Puisi paling berharga

agar dapat melukiskan hasratku, kekasihku,

taruh bibirmu seperti bintang di langit kata-katamu,

ciuman dalam malam yang hidup,

dan deras lenganmu memeluk daku

seperti suatu nyala bertanda kemenangan

mimpiku pun berada dalam

benderang abadi.

Bidadari

alangkah manis bidadariku ini

bukan main elok pesonanya

matanya berbinar-binar

alangkah indahnya bibirnya

mawar merekah di tama surga

maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

seakan-akan bidadari itu seperti permata Yajut dan marjan

maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula

maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

mereka bertelekan bantal-bantal yang hijau

dan permadani indah

maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

mahaagung nama Tuhanmu Yang Mempunyai Kebesaran dan Karunia

 

Sumber Info :
Novel Ayat-Ayat Cinta, Habiburahman el sirazi

Komentar
  1. Ass. Wr. Wb. Sampurasun.
    Cukup menarik PUISI KEHIDUPAN.
    Saya mengapresiasi TINTA PEMBAHARUAN.

    Saya membawa oleh~oleh syair bagi para pembaharu.
    Semoga bermanfaat dan menjadi bahan renungan.

    SAHABAT ALAM
    Mandalajati Niskala, th 2000

    Penaku adalah akar-akar dari hutan yang terbakar.
    Penaku adalah jiwa, yang tintanya darah-darah dari hati yang suci mengalir.
    Penaku adalah filsafat dan ilmu, yang tintanya alam semesta global.

    Alam tak bertapal batas membentang DITERKAM DADA.
    Tebaran bintang berenang menantang untuk disapa.
    Bulan mengiringi satelit, dan bumi ini sangat kecil.
    Disana cakap, dusta dan pengkhianatan direka.
    Akalku dipaksa meninkari kebenaran.
    Tentu aku tak mau.
    Bahkan dari dulu aku tak setuju.
    Aku ini manusia di zaman batu.
    Buta kaidah-kaidah mufakat.
    Buta warta.
    Buta buku reka-reka.
    Tapi, mungkin saja ku dapat bongkar rahasia dalam rentang yang terlewat
    Dalam perjalanan masa yang panjang kedepan.
    Dan kunamakan diriku Pujangga Gelombang Baru.

    Lucu kiranya !
    Kabarku semacam pepohonan.
    Tanah-tanah pijakan yang menghampar.
    Api yang membakar tergenggam bumi.
    Air yang mengalir.
    Lautan lepas
    Angin semilir.
    Taufan yang menghempas menghujat.
    Gunung yang menjulang menghujam.
    Halilintar yang mengincar nyawa-nyawa.
    Gelombang lautan yang terbang menerkam,
    Semuaya menelan nafas-nafas daratan.
    Memberikan pelajaran pada berita dusta.

    Tanda-tanda alam memberi isyarat.
    Gempa dan gerhana meloncat-loncat.
    Khatulistiwa yang panas smakin membara.
    Kutub yang bersalju kehilangan beku.
    Nafas yang mendesah dalam tubuh-tubuh mahluk terantuk.
    Ruh yang menyatu memberilan sinyal.
    Jiwa yang terkontak dari zat yang berakal rusak kehilangan fitrah.
    Yang serakah dan mencengkram, tertera.
    Yang susah dan kelaparan tengadah pasrah, terasa.
    Yang tertekan dan bersabar.
    Yang teraniyaya dan ikhlas.
    Yang air matanya dapat mengundang kekuatan jagat.
    Mengng…getarkan dadaku sampai ke ujung maut.

    Alam ini tak akan kehabisan cerita bagi pujangga.
    Aku tumpahkan berita ini dalam karya.
    Aku ini sepertinya pujangga bebal.
    Mulutnya lancang.
    Nyelonong menerobos lorong kosong.
    Kosong dari sahabat pena dan canda-ria.
    Membingungkan.
    Aku atau siapa ?

    Biarlah mulut orang apa bicara.
    Mata biarlah merdeka menatap.
    Walau ternyata, nanar tak hilang jua.
    Telinga mengiang dari reka berita dusta.
    Aku tak tahu semua itu.

    Aku tahu bukan dari cara wajahku meraba.
    Semua punya detak-detak jiwa.
    Dia akan meloncat dari tubuhnya.
    Berita itu yang kugenggam.
    Jika aku tak mampu.
    Kumohon Tuhan menolongku.

    Penaku adalah cahaya dalam gelap gulita,
    yang tintanya gelombang jagat dari Sidratul Muntaha.
    Penaku adalah malam yang tenang,
    yang tintanya embun jatuh menyejukan rumput-rumput yang muram dan kusut.
    Penaku adalah telaga harapan,
    yang tintanya air yang bening bagi orang-orang yang bersuci.
    Penaku adalah udara segar,
    yang tintanya angin sepoy-sepoy basah bagi musyafir yang kelelahan.
    Penaku adalah jihad, yang tintanya darah-darah semerbak bergerak tenang.
    Penaku adalah do’a setajam pedang, yang berkelabat bagi para penghianat.
    Penaku adalah cita-citaku, dan Tuhan di ujung sana menatap rindu.

    Bandung,
    Mandalajati Niskala
    50 Puisi Filsafat Gelombang Baru

  2. Ass. Wr. Wb. Sampurasun.

    TINTA PEMBAHARUAN tentunya merupakan refleksi Para Pembaharu di bidang sastra.
    Semoga syair SANG PERUBAH dan MENEMBUS WAKTU dapat memberikan inspirasi dan bahan renungan.

    SANG PERUBAH
    Mandalajati Niskala, 3 Februari 1996

    Ledakan jiwa yang sejuk merubah ladang panas ditumbuhi api yang membara.
    Dan para petani yang selalu berpanen darah dan air mata di malam hari.
    Tuan tanah dan wanita-wanita pelayan tani,
    menyuburi ladang dengan siraman arak dan tawa.
    Sang perubah menyelinap dikegelapan malam.
    Bersimpuh luluh dalam hamparan sajadah cinta.

    Dia Menghamba.
    Mengasyiki butiran tasbih dalam linangan air mata mujijat.
    Merunduk pandangan mata ketitik dalam.
    Hingga mata tenggelam di dalam gumpalan jiwa.
    Telinga menguntit gerakan mata.
    Lalu tenggelam jua di dalam gumpalan jiwa.

    Malam itu.
    Hiruk pikuk penggerap lahan tak mengganggu sang perubah dalam khusu.
    Karena telinga tersembunyi di dalam hati yang asyik masyuk menjalin kasih.
    Tuhan mencengkam sekujur tubuh.
    Sang perubah diam tak berdaya.
    Hanya kening yang bersandar pada jiwa yang mampu menatap rindu dengan mesra.
    Kekuatan Tuhan tak henti-henti mengalir.
    Membaja, dada memuat kegaiban.

    Disaat tuan tanah dan wanita pelayan berarak-arak.
    Pulang dalam kelelahan malam.
    Di depan surau tua di dekat persimpangan.
    Beradu pandang terjurus lama dalam jarak satu depa.
    Tajam tatapan Sang Perubah.
    Dengan bibir datar nafas pelan gigi tak ditekan.
    Lah menghilangkan segala gerak, mencopotkan otot-otot.
    Membekam.

    Gerombolan ladang panas berlalu membeku.
    Hilang dalam tatapan pajar.
    Kokok ayam mengundang generasi yang tercemar.
    Menuju rumah obat surau tua.
    Berdiri bershaf, menunaikan shalat fajar dalam alunan lunak bertuah.
    Sang Perubah dalam shalat dan kata
    Menyirami tabur benih dengan mesra.
    Menggemburkan tanah gersang dengan ruhama dan ikhlas.
    Impian datang.
    Ladang tumbuh rindang.
    Menjadi peneduh jiwa dalam gundah dan segala resah.

    Bandung,
    Mandalajati Niskala
    50 Puisi Filsafat Gelombang Baru

    o o 0

    MENEMBUS WAKTU
    Mandalajati Niskala; Bandung, 14 Juni 2000

    Kukabarkan pada masa yang akan menghadang.
    Aku menembus waktu.
    Jasad berubah menghilang.
    Yang padat berubah jadi gelombang.
    Perjalanan panjang singkat.
    Aku di sini kawanku di rembulan.
    Kutembus waktu.
    Sesaat saja berjumpa.

    Hari ini bisa saja manusia melecehkan.
    Akal tak mampu meraba potensi jagat.
    Karena hati terkunci.
    Dan diri menjadi kerdil.

    Mungkin seabad mendatang ujung ilmu baru tersentuh.
    Uswah di jaman Sulaiman akan jadi kenyataan.
    Seorang ulama akan mampu merubah jasad jadi gelombang.
    Seperti kerajaan Saba berpindah tempat dalam sekejap.

    Kutembus waktu walau dalam hipotesa.
    Namun akalku tlah terbuka untuk berhujah dengan siapa saja.

    Sayang sekali.
    Banyak akhli agama hatinya buta.
    Kekuasaan Tuhan ditiadakan.
    Ilmu dituduh tahayul.
    Fitrah pada diri tak direnungi.
    Potensi jiwa dicampakan.
    Hakekat manusia direndahkan.
    Diri sendiri tak dihargai.
    Juga Tuhannya tak di besarkan.

    Bandung,
    Mandalajati Niskala
    50 Puisi Filsafat Gelombang Baru

  3. hahahahha

    haha puisinya bagus and indah ya ,.m.,

    Hujan bkin galau yaaaaa.,.,.,?:)

  4. Anonim berkata:

    Semangat Hati

    Bila mentari tak sehangat biasanya
    Bukanlah berarti hari ini telah berakhir
    Tetaplah berjalan dan genggam dunia
    Buktikanlah kalau kita bocah yang takkan terjatuh oleh keadaan

    Mungkin dunia tak selalu indah
    Tapi cobalah jadikan indah dengan senyuman
    Walau hanya sedikit senyuman penglipur lara
    Jadikanlah kekuatan tuk hadapi getirnya rasa

    Tapakilah langkah demi langkah
    Meski hanyalah langkah lemah dan gontai
    Karena hidup takkan berputar
    Bila kita berdiam dan selalu menangisinya

    Inilah hidup yang sesungguhnya
    Dia yang lemah akan tergilas roda kehidupan
    Menusuk dan menyayat ,
    bila kita pecundang yang hanya bisa meratap

Tinggalkan komentar