***Renungan Rakyat Tentang Raja yang Menjijikan***

Posted: April 5, 2013 in Renungan Sang Pembaharu

Merenungkan Daulat Manusia tidak pernah tuntas.
Daulat manusia terbatas sekali oleh sifat alam dalam dirinya. Terutama sekali terbatas oleh kelahirannya.

Kalau lahir sebagai orang bawah, sebagai orang miskin, sebagai orang tanpa pendidikan, atau sebagai orang perempuan, sukar untuk meningkat keatas, karena tatanan masyarakat diatur seperti tatanan didalam alam: yang tikus tetap tikus, yang kucing tetap kucing, yang kambing tetap kambing, yang macan tetap macan.

Hanya para jagoan saja yang bisa menerobos tatanan masyarakat yang seperti itu. Misalnya Ken Arok, si anak jadah dan kriminal jalanan yang akhirnya bisa menjadi raja itu, atau Gajah Mada, tukang pukul yang akhirnya bisa menjadi mahapatih, atau Untung Surapati, seorang hamba sahaya yang bisa meningkat menjadi pahlawan atau jagoan, atau Ir. Soekarno, seorang anak guru yang bisa menjadi Presiden Indonesia yang pertama, atau orang-orang melarat yang bisa menjadi konglomerat.
Yang Kuat itu Adalah Yang Hebat
Oh ya, akhirnya banyak juga jagoan-jagoan dalam berbagai bidang bisa muncul.

Tetapi kejagoannyalah yang membuat ia mampu mendobrak tatanan hidup yang resmi, yang sebenarnya tidak banyak memberi hak kepada khalayak banyak untuk memperkembangkan Daulat Manusia mereka.

Para pemimpin bangsa kita, dari sejak zaman raja-raja dahulu kala, memang tidak pernah menaruh perhatian kepada pengembangan Daulat Manusia pada umumnya.

Saat Aristoteles, filsuf Yunani (384-322SM) menulis buku “Politica”, menerangkan hak rakyat untuk memilih pemimpin bangsanya, dan tidak membenarkan adanya tirani kekuasaan, para pemimpin bangsa kita masih hidup dalam kegelapan sejarah dan jelas tidak berminat pada filsafat.

Dan pada waktu Raja John dari Inggris mengesahkan Undang-Undang yang disebut orang sebagai Magna Carta, yaitu tahun 1215, raja mengakui kejelasan hak-hak bangsawan bawahannya dan juga hak-hak rakyat yang harus ia hormati dan tak mungkin ia langgar.

Jawa pada saat itu berada dalam pemerintahan Tunggul Ametung yang sebentar lagi akan digantikan oleh Ken Arok.
Kedua penguasa dari Jawa itu tak pernah memikirkan atau mengakui UU apapun. Sabda raja itulah UU bagi rakyat.

Sebagaimana dalam alam bahwa yang kuat itu yang menang. Maka tatanan masyarakat leluhur kita itupun berlandaskan kenyataan bahwa yang kuat itu yang benar (might is right). Dan yang terkuat dalam di dalam masyarakat tentunya raja.

Jadi sabda raja (dekrit raja atau Keppraj, yaitu keputusan raja) yang menjadi sumber kebenaran.

Tentu saja seorang raja Jawa tidak diperkenankan untuk sewenang-wenang.

Ia diharapkan untuk Ambeg Paramarta serta menghayati Hasta Brata.
Tetapi bila ternyata raja tidak memenuhi harapan itu, dan kejam seperti Amangkurat Tegalarum atau menjijikkan seperti Amngkurat II,
ya…. TIDAK ADA SANKSI APA-APA sebab Ia KUAT, Ia RAJA. ***EAN***

Tinggalkan komentar