Mau jadi Pelacur Intelektual…?!!!

Posted: April 9, 2013 in Morsse Reformis

Coretan kecil bersanding dengan segelas Kopi :

“Menantang kaum intelektual muda Indonesia untuk bangkit dari zona kemapanannya…!!!”

 

============================================================================

“…Didikan Barat superieur, karena ilmoenja teratoer dan techniknja tinggi. Terboekti djoega di Djepang jang mengambil didikan Barat oentoek pemoekoel Barat sendiri; terboekti djoega di Sovjet-Ruslang jang menjesoeaikan didikan Barat kepada toedjoean masjarakat sendiri…. Ilmoe mendidik pengetahoean dan pengetahoean mendjadi pangkal keberanian oentoek membantah apa jang salah dan menoentoet apa jang dipandang hak dan adil. Sebab itu, onderwijs jang sempurna mesti melahirkan kaoem revolutionair dalam tiap-tiap masjarakat jang pintjang kedudukannja. Ini adalah soeatoe hoekoem alam…”

23“Semoeanja ini haroeslah menjadi pertimbangan kepada pemoeda Indonesia jang mendapat didikan Barat. Sebab itu, ‘pemoeda dalam krisis’ berarti pemoeda terpaksa mengambil kepoetoesan : maoekah kembali poelang ke masjarakat sendiri? Dan disini tidak ada entweder…oder! Tidak ada ini atau itu!”

(Mohammad Hatta, 1933)

Di Indonesia, kaum intelektual sulit menjalankan fungsi ini. Maklum, sebagian besar kaum intelektual Indonesia adalah keluaran Universitas.

Sementara hampir semua Universitas di Indonesia telah kehilangan daya kritisnya sejak orde baru hingga sekarang ini. Ide-ide yang dikembangkan di Universitas hanyalah ide-ide yang sejalan dengan kepentingan penguasa.

Bung Hatta, salah satu pemimpin Indonesia yang cukup faham ilmu ekonomi, pernah menegaskan, seorang sarjana ekonomi atau ekonom yang akan hidup di tengah rakyat haruslah punya tanggung jawab intelektual dan moral.

Seorang ekonomi harus cinta kebenaran dan memihak pada rakyatnya.

“Ilmu dapat dipelajari oleh segala orang yang cerdas dan tajam otaknya, tetapi manusia yang berkarakter tidak bisa diperoleh begitu saja,” kata Bung Hatta.

Lantas, Intelektual yang bagaimana yang diharapkan?

Ketika remaja dan muda-mudi di kota dilanda kegalauan luar biasa atas identitas dan jati diri mereka, maka muda-mudi di desa terhimpit struktur ekonomi yang memaksa mereka terhempas di pojok-pojok pabrik garmen dan tekstil yang pengap dan terlempar menjadi pekerja-pekerja ilegal ke luar negeri.Ayo Berjuang

Teknologi informasi dan komunikasi yang digdaya bukannya menolong mereka keluar dari krisis, melainkan malah mengikat mereka lebih kuat dalam jeratan konsumerisme dan hedonisme.

Mereka yang berjuluk aktivis pun menghilang ditelan kenikmatan duduk dalam birokrasi, menjadi politisi, pengusaha atau pegawai negeri. Jika kurang beruntung, mereka pun menjual intelektualitas dan idealismenya menjadi makelar kasus, mafia peradilan, mafia proyek dan pekerjaan lainnya untuk menghilangkan status sebagai pengangguran. “Inilah realita hidup”, kata mereka kecut.

Mereka menganggap lawan sebagai kawan, dan kawan sebagai lawan.

karikatur partaiSemua terjadi menjadi bahan baku hantam antar pemuda, Antar Mahasiswa, Antar Aktivis hingga koruptor yang setiap hari adu arogansi dengan koruptor yang lain. Buntu. . .!!!

Sadar atau tidak, akal sehat kaum muda kita terus digerogoti setiap hari. Pendidikan yang seharusnya mencerahkan dan menyehatkan akal justru menjadi mesin-mesin pembunuh akal sehat setiap hari.

Jika pemimpin-pemimpin muda saat ini mau menjaga integritas dan kredibilitasnya ditengah krisis moral yang melanda negeri, maka bukan tidak mungkin asa perubahan ke arah lebih baik itu masih menyala.

Kaum muda Indonesia adalah potensi yang siap digerakkan untuk perjuangan mencapai kejayaan bangsa, tinggal kemauan dari para intelektual, aktivis, dan pemimpin-pemimpin muda ini untuk menjadi inspirator dan teladan nyata bagi mereka.

Barangkali kita masih ingat dengan retorika dari Bung Karno yang termasyur itu, “berikan aku sepuluh pemuda, maka akan aku goncang dunia”.

Pada kesempatan lain Proklamator kita itu juga pernah berkata “barang siapa dicintai pemuda hari ini, maka ia akan menggenggam masa depan”.

Namun Saat ini Kita membutuhkan lebih dari sepuluh pemuda untuk menjadi inspirasi untuk berprestasi, inspirasi dalam gerakan anti korupsi, inspirasi dalam penyelamatan bumi, inspirasi untuk kewirausahaan sosial, inspirasi dalam politik santun, dan inspirasi di berbagai bidang lainnya.

Sialnya, kita tidak bisa menunggu inspirasi itu datang dari orang lain, dan Menjadi Pelacur-Pelacur Intelektual bukanlah Sebuah Pilihan…?!Perjuangan

Ikan busuk bukan dari ekornya, melainkan dari kepalanya. Jika pemimpin-pemimpin muda saat ini mau menjaga integritas dan kredibilitasnya ditengah krisis moral yang melanda Negeri, maka bukan tidak mungkin asa perubahan ke arah lebih baik itu masih menyala.

Semua Hanya ada satu pilihan : kita sendiri yang harus memulai. . .!!!

Tinggalkan komentar